Pandemi Covid-19: Tragedi dan Anomali
April 19, 2021Etnis Tionghoa, Subjek yang Dibungkam
April 27, 2021OPINI
Makna Perayaan Hari Kartini, Lebih dari Peragaan Busana Adat & Memasak
oleh Andaris Dikarina Shavitri
“Ibu kita Kartini, putri sejati
Putri Indonesia, harum namanya
Ibu kita Kartini, pendekar Bangsa
Pendekar kaumnya untuk merdeka
Wahai Ibu Kita Kartini Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia”
Setidaknya sekali setahun, saya dan teman-teman menyanyikan lagu tersebut dalam rangka peringatan hari Kartini yang jatuh pada 21 April. Lirik lagu ini betul-betul menempel di kepala saya. Lagu wajib tersebut biasanya dinyanyikan setelah Indonesia Raya, di hari yang ditetapkan oleh Presiden Soekarno untuk mengenang jasa Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau yang kita kenal dengan R.A Kartini.
Perayaan ini harusnya lebih dari sekedar peragaan busana menggunakan pakaian adat. Bagaimanapun, yang diperjuangkan Kartini lebih dari sekedar itu. ~Andaris Dikarina Shavitri Share on XR.A Kartini sebagai Pahlawan Nasional
Di antara banyaknya pahlawan perempuan nasional seperti Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, Nyi Ageng Serang, mengapa R.A Kartini yang terpilih sebagai pahlawan dengan hari besar nasional? Padahal, pahlawan lain diketahui melakukan aksi perjuangan yang terbilang lebih nyata, mulai dari membuat sekolah untuk rakyat, berpidato politik, hingga turun langsung ke medan perang
Memang polemik pemilihan sosok R.A Kartini masih sering terdengar didiskusikan di masyarakat. Entah karena pemikirannya yang berangkat dari budaya Jawa atau fakta bahwa beliau tetap tunduk pada norma dan adat istiadat yang mengikat, R.A Kartini tetap menerima perintah ayahnya sebagai fatwa yang harus beliau turuti.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa gagasan-gagasan yang dicetuskan oleh R.A Kartini dalam bukunya yang berjudul Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) memang begitu revolusioner. Buku tersebut kemudian menjadi kunci bagi pergerakan perempuan Indonesia.
Mungkin, sebagian orang menganggap bahwa menulis adalah pekerjaan mudah. Namun, pada masa itu, menulis menjadi hal istimewa karena kemampuan ini hanya dimiliki oleh kaum priyayi. R.A Kartini sendiri cukup beruntung karena bisa mengakses pendidikan untuk mendapatkan kemampuan ini, hingga kemudian dapat menuangkan kegelisahannya dalam bentuk tulisan.
R.A Kartini menulis tentang isu-isu yang dihadapi oleh masyarakat, terutama perempuan Indonesia kala itu. Beliau menjelaskan pentingnya pendidikan bagi perempuan dan berhasil menjadi mendorong terjadinya emansipasi. Beliau juga menyampaikan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan, bukan hanya peran domestik, tapi peran sebagai pencetus ide dan calon pemimpin.
21 April seharusnya menjadi perayaan perempuan dalam mengingat perjuangan untuk kesetaraan hak, yang sudah lalu dan yang masih diperjuangkan. ~Andaris Dikarina Shavitri Share on XOrde Baru dalam Mencoreng Arti Hari Kartini
Saat ini, perayaan Hari Kartini identik dengan pawai sambil mengenakan pakaian adat, memasak, merangkai bunga, lomba tata rias, bahkan bazar. Kegiatan-kegiatan ini pertama kali diracik pada masa pemerintahan Orde Baru.
Propaganda halus ala Orde Baru ini merefleksikan nasionalisme militer dan bapakisme yang diusung oleh pemerintahan Soeharto. Lewat propaganda ini, ini perempuan didorong untuk kembali masuk ke dalam ranah domestik saja, cukup mengambil peran di ranah ini sebagai ibu rumah tangga dan istri, tidak lebih.
Saya bukannya menyepelekan dan menganggap rendah peran ibu rumah tangga dan seorang istri. Keduanya merupakan pekerjaan yang sama sekali tidak mudah, bahkan saya meragukan kemampuan saya untuk menjalankan peran tersebut. Bagi saya, peran tersebut terlalu penting dan tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Karena itu, saya begitu mengagumi dan menghargai perjuangan perempuan yang dengan sepenuh hati menjalani peran ini.
Yang saya titik beratkan adalah persoalan perayaan Hari Kartini. Menilik gagasan-gagasan R.A Kartini, perayaan ini harusnya lebih dari sekedar peragaan busana menggunakan pakaian adat. Bagaimanapun, yang diperjuangkan Kartini lebih dari sekedar itu.
21 April seharusnya menjadi perayaan perempuan dalam mengingat perjuangan untuk kesetaraan hak, yang sudah lalu dan yang masih diperjuangkan. Perayaan bahwa perempuan memiliki lebih banyak pilihan peran dari sekedar yang ada di ranah domestik.
Orde Baru telah meletakan perempuan dalam peran semu. Mereka seakan mendukung dan peduli terhadap pergerakan perempuan dengan menciptakan organisasi-organisasi seperti Dharma Wanita dan Dharma Pertiwi. Sayangnya, organisasi tersebut justru hanya memposisikan para perempuan sebagai pendukung keputusan dan jabatan para suami.
Dalam rumah, keputusan hanya boleh diambil oleh pemegang otoritas tertinggi, yaitu suami atau ayah. Hal ini dikaitkan kembali pada ideologi yang ingin disampaikan Soeharto, presiden kala itu.
Kepemimpinan Soeharto menganalogikan peran ayah atau suami sebagai presiden, sementara istri dan anak-anak adalah rakyat yang harus menuruti segala keputusan yang dibuat ayah. Kala itu, pemerintah benar-benar ingin membawa para perempuan untuk “kembali kepada kodrat”.
Upaya pemerintahan Orde Baru ini berhasil menutupi perjuangan pahlawan perempuan. Saat ini, untuk terlepas dari belenggu Orde Baru, pemerintah perlu mendorong kegiatan-kegiatan lain yang lebih dari sekedar selebrasi lewat parade busana. Kegiatan perlombaan cipta kreasi, diskusi, bahkan kegiatan olahraga tradisional dapat dimasukan dalam rangkaian kegiatan Hari Kartini.
Akhir kata, semoga teman-teman yang membaca tulisan ini mengalami hari baik. Untuk semua, terutama teman-teman perempuan, selamat Hari Kartini! Semoga kita terus mengingat perjuangan pahlawan perempuan dan tetap memiliki semangat serta kekuatan untuk terus menyuarakan buah pikir kita.
Andaris Dikarina Shavitri, 27 tahun, sempat kuliah sastra dan marketing komunikasi. Gemar menonton semua genre film, kadang mengikuti produksi film pendek dan kadang memotret. Saat ini sedang sering menulis dengan topik budaya populer, gender, hak asasi manusia, dan sosial. Silahkan mampir ke akun instagram @daaaris
Mau tulisanmu diterbitkan di blog Anotasi? Silahkan cek link ini