Otot Gym vs Otot Kuli: Kedangkalan Berbahasa dan Lingkaran Setan Maskulinitas Toksik
January 10, 2024Musik Pop memang Dirancang Pendek agar Cuan, tapi Perhatian Kita jadi makin Kusut
January 16, 2024Photo by Stefano Pollio on Unsplash
OPINI
Menggali Makna Rasa Takut dan Strategi Pengendaliannya
oleh Silvia Maudy Rakhmawati
Pada umumnya, rasa takut dipandang sebagai sesuatu yang buruk, sesuatu yang dianggap lebih baik tanpanya. Bahkan, rasa takut oleh kaum Stoa dipandang secara sinis.
Menurut filsuf Seneca, orang yang takut itu menyerupai orang gila, dan menurutnya, hidup yang bahagia hanya dapat dicapai dengan menggunakan nalar sehat yang lepas dari jangkauan rasa takut. Selain itu, filsuf Epictetus juga menempatkan rasa takut di antara sifat-sifat buruk, seperti iri hati, dendam, dan keserakahan.
Sementara itu, berseberangan dengan kaum Stoa, Aristoteles menoleransi rasa takut sebagai sesuatu yang dapat dibenarkan. Rasa takut akan bahaya yang sifatnya nyata adalah hal wajar, karena yang terpenting adalah bagaimana seseorang mampu mengatasi ketakutannya sendiri. Baginya, mampu mengatasi rasa takut pada saat terjadi krisis justru merupakan keunggulan manusia.
Menghadapi Ketakutan: Fight or Flight
Konsep rasa takut umumnya dihubungkan dengan respons “fight or flight” (lawan atau lari). Takut merupakan respons dasar dan emosional manusia terhadap ancaman atau bahaya yang dirasakan yang menyebabkan perubahan fisiologis, seperti meningkatnya kerja kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), menggigil, berkeringat, pernafasan cepat, melebarnya pupil, dan lain sebagainya. Selain itu, rasa takut juga menimbulkan kecenderungan untuk melakukan tindakan menyerang, melarikan diri, atau membeku tidak berdaya sebagai respons terhadap ancaman yang dirasakannya.
Namun, jika rasa takut dipahami hanya sebatas respons fisiologis yang muncul terhadap bahaya, bukankah aneh jika kita perlu memberantasnya?
Tidak semua ketakutan sebaiknya dianggap sebagai sesuatu yang identik dengan respons “fight or flight”, karena respons tersebut pun dapat muncul pada individu yang tidak mengalami ketakutan. Contohnya adalah seorang petinju. Meskipun dia tahu benar bahwa rivalnya adalah seorang juara bertahan yang berkemungkinan besar dapat menghabisinya tanpa ampun, dia tetap tidak berkeinginan untuk meninggalkan arena atau membatalkan pertandingan.
Bahkan, jika ilustrasi tersebut dibalik, meski si petinju tidak takut dengan konfrontasi, ia bisa saja masih memiliki ketakutan akan rasa sakit yang ditimbulkan oleh pukulan lawannya. Akan tetapi, mengingat bahwa petinju tersebut berkehendak menempatkan dirinya pada posisi yang rentan terhadap pukulan-pukulan dengan memasuki ring tinju, deskripsi takut tetap tidak tepat untuknya.
Bagaimana dengan individu yang mengambil respons “fight or flight” dan berkeinginan untuk menghindari situasi berbahaya? Apakah individu tersebut dapat dideskripsikan sebagai orang yang takut?
Jawabannya tidaklah selalu demikian. Meskipun motivasi untuk menghindari keadaan berbahaya merupakan manifestasi dari rasa takut, terdapat beberapa kasus di mana konsepsi tersebut tidak akurat untuk mendeskripsikan seseorang sebagai penakut.
Contohnya, X adalah seorang juara tinju dunia. Pada suatu malam, X datang ke pub untuk menemui kawannya. Di tengah-tengah waktu bersantai, X dan kawannya didatangi oleh seorang pria asing yang menantang X untuk berkelahi dengannya. X tidak memedulikan orang tersebut dan memutuskan pergi dari pub bersama kawannya untuk menghindari perkelahian.
Pertanyaannya, apakah keputusan X untuk menghindari perkelahian dengan pergi dari pub menyimpulkan bahwa X sebagai orang yang takut? Kita tidak bisa langsung menyimpulkan bahwa X takut. Keputusan X untuk meninggalkan pub daripada berkonfrontasi dengan pria asing tersebut mungkin muncul dari kesadaran bahwa tidak ada untungnya jika ia terlibat dalam perkelahian yang sia-sia. Belum lagi, ada masalah hukum yang mungkin akan muncul dari perkelahian tersebut.
Keinginan untuk menghindari ancaman atau bahaya tidak selalu merupakan bentuk manifestasi dari rasa takut. Produk dari keyakinan etis dan evaluatif individu adalah yang menentukannya. Menghindari perkelahian dengan orang asing di tempat umum adalah upaya untuk menjaga kehormatan diri. Ada perbedaan jelas antara penghindaran karena ketakutan dengan penghindaran karena memegang suatu nilai. Penghindaran yang berlandaskan nilai merupakan tindakan yang diarahkan pada diri sendiri dan motivasi untuk menghindarinya setelah melalui pertimbangan yang matang.
Sebaliknya, jika keinginan untuk menghindari ancaman ada sebelum penilaian awal individu terhadap bahaya, bisa dikatakan bahwa penghindaran tersebut didorong oleh rasa takut. Keamanan dan keselamatan diri yang dimanifestasikan dalam rasa takut merupakan nilai utama yang secara alamiah dimiliki manusia.
Bagaimana Strategi untuk Mengelola Rasa Takut?
Mewajarkan rasa takut karena sifatnya yang alami dan dimiliki semua manusia menyiratkan bahwa rasa takut bukan sesuatu yang sebaiknya dihindari. Namun, ada banyak respons alami terhadap rasa takut yang perlu diwaspadai, seperti kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri. Jika kecenderungan individu untuk menuruti egonya dapat diminimalisir, maka kerentanannya terhadap rasa takut juga bisa dikurangi.
Salah satu langkah untuk mengurangi rasa takut adalah dengan merefleksikan nilai-nilai yang dipegang. Itu bisa dilakukan dengan menggunakan praktik Buddhis dan Stoa dalam merenungkan ketidakkekalan segala sesuatu, termasuk keselamatan fisik, keamanan finansial, dan status sosial. Terus sadar akan ketidakkekalan segala sesuatu dapat membantu seseorang tetap tenang ketika menghadapi ancaman.
Cara lain untuk mengurangi ketakutan adalah dengan pembiasaan. Menempatkan diri secara sengaja ke dalam situasi yang berbahaya dapat membantu seseorang menjadi terbiasa dengan situasi tersebut. Metode ini juga dikenal dengan sebutan premeditatio malorum; latihan memvisualisasikan hal-hal negatif dengan membayangkan diri di tengah peristiwa yang buruk. Tujuannya adalah melatih diri dari rasa takut dan mempersiapkan diri untuk mengambil tindakan yang tepat jika peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Melalui teknik premeditatio malorum, seseorang yang telah memupuk rasa takut akan lebih siap untuk bertindak dengan cara yang tepat.
Salah satu cara mengurangi rasa takut bisa dilakukan dengan menempatkan diri secara sengaja di situasi berbahaya. ~ Silvia Maudy Rakhmawati Share on XPada dasarnya, rasa takut melibatkan motivasi untuk menghindari bahaya nyata yang tertunda oleh penilaian individu bahwa ia harus menghadapi bahaya tersebut daripada menghindarinya. Memberantas total rasa takut memang hal yang terbilang mustahil, mengingat insting manusia yang terus menerus berkembang untuk mempertahankan diri. Meskipun konsep ideal tentang keberanian sejati cenderung tidak mungkin untuk dicapai, setidaknya konsep tersebut bisa dijadikan cita-cita yang layak untuk diperjuangkan.
Di dalam konteks teori kebajikan, rasa takut tidak boleh dipahami sebagai sekadar respons atau alarm fisiologis. Rasa takut juga tidak dapat dikaitkan secara langsung sebagai respons untuk menghindari bahaya atau ancaman. Rasa takut berasal dari motivasi untuk menghindari bahaya yang dirasakan bertentangan dengan penilaian individu bahwa ia harus menghadapi bahaya tersebut. Kecenderungan untuk merasa takut merupakan manifestasi dari penilaian seseorang yang berlebihan terhadap keselamatan atau kesejahteraannya sendiri.
Silvia Maudy Rakhmawati tertarik pada teks-teks bertema filsafat, terutama etika dan filsafat manusia.
Artikel Terkait
Antara Baik dan Jahat: Mempersoalkan Dualitas Sifat Dasar Manusia
Sifat baik dan buruk manusia perlu dipandang secara dinamis dan fleksibel sebagai cara menyeimbangkan hidup.Apa itu Keadilan?: Sebuah Perdebatan Tanpa Akhir
Mungkinkah kita menciptakan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat? Bagaimana supaya keadilan sosial itu bisa memenuhi hak-hak individu?Subjek dan Keyakinan
Setiap orang memiliki keyakinan dan cara meyakininya masing-masing. Akan tetapi, bagaimana keyakinan itu dapat muncul dalam diri seseorang? Artikel ini menjelaskan subjektivitas keyakinan dan bagaimana keyakinan memengaruhi tindakan seseorang.