Melihat Dunia dari Kacamata Merah Muda
July 4, 2024Bebas Aktif: Memaknai Kembali Alam Pikiran Bung Hatta
July 11, 2024Photo by Dinu N Jair on Unsplash
OPINI
Scooby Doo, Artefak Budaya Amerika yang Konsisten Beradaptasi dengan Zaman
oleh Andaris Dikarina
“Scooby-dooby Doo, where are you?” adalah satu dialog fenomenal di dunia yang juga menjadi tagline dari serial kartun berjudul sama, sebuah kartun tentang anjing Great Dane yang bisa berbicara bernama Scooby (Doo).
Sejak 13 September 1969, Scooby-Doo yang ikonik ini membawa angin segar bagi dunia animasi Amerika. Hanna-Barbera mengajak masyarakat untuk mengikuti petualangan Scooby dan empat orang sahabatnya bernama Daphne, Fred, Shaggy, dan Velma yang tergabung dalam grup Mystery Inc. untuk memecahkan misteri yang terjadi di sekitar mereka.
Sebuah serial animasi misteri yang dikemas dalam bentuk komedi, menjadi penutup apik di era 1960 Amerika yang begitu berat. Perang Vietnam, kematian Robert Kennedy, Malcolm X dan Martin Luther King, Jr, hingga pembunuhan Sharon Tate yang didalangi oleh Charles Manson, dan banyak hal lainnya yang berdampak besar bagi kehidupan sosial masyarakat Amerika.
Meski begitu, masih ada hal-hal baik yang bisa disyukuri, seperti terbitnya Feminine Mystique, buku tentang kesetaraan gender karya Betty Friedan, lahirnya grup musik The Beatles, dilakukannya perjalanan pertama ke bulan versi Amerika, dan, tentu saja, digelarnya Woodstock. Amerika seakan tengah membangun ulang pondasi dalam semua aspek kehidupan. Anggota Mystery Inc. pun seolah menjadi salah satu saksi yang menggambarkan kehidupan masyarakat kala itu.
Scooby Doo: Obat Penat Masyarakat Amerika
Saat itu, dunia animasi banyak didominasi oleh cerita bertema eksplorasi luar angkasa (space adventure). Masyarakat seolah terobsesi dengan space adventure yang menjadi angin segar dan jalan keluar instan dari kepenatan yang disebabkan oleh perang Vietnam. Sayangnya, premis cerita tentang luar angkasa yang menjamur perlahan menjadi monoton dan membosankan bagi para penonton televisi.
Pada momen itulah, William Hannah & Joseph Barbera (pemilik rumah produksi yang menciptakan serial kartun Tom & Jerry, Yogi Bear dan The Flintstone) mendapatkan ide untuk membuat sebuah cerita yang berhubungan dengan petualangan sekumpulan remaja dan haunted house (rumah berhantu). Mereka meminta bantuan Iwao Takamoto, animator berdarah Jepang-Amerika, untuk mendesain karakter Scooby.
Awalnya, Scooby digambarkan sebagai anjing peliharaan ‘normal’ (hanya bisa menggonggong) yang menemani perjalanan Shaggy dan kawan-kawannya. Konsep itu berubah total kala Iwao menonton penampilan penyanyi Frank Sinatra yang tengah menyanyikan Strangers in the Night dalam sebuah acara. Iwao pun merancang ulang desain Scooby dan menjadikan sang Great Dune ini menjadi legenda.
Sementara itu, ‘Dooby-dooby-do’ adalah judul lagu yang dilantunkan oleh Sinatra dan menjadi inspirasi untuk Iwao. Jelas, Iwao punya selera musik yang menarik karena soundtrack dari serial animasi ini terus melekat pada generasi boomers hingga millenials setiap kali diputar. Soundtrack animasi ini seolah menjadi lorong waktu yang berhasil membawa kenangan masa kecil kembali.
Hingga saat ini, serial kartun yang telah memiliki 14 seri, 48 film, termasuk di dalamnya 4 film live-action, 13 komik dan stage show masih juga konsisten menggunakan soundtrack dengan lirik yang sama, tetapi dengan aransemen lagu beragam yang mengadaptasi perkembangan populer. Dimulai soundtrack dari film live action mereka di tahun 2002 yang bagi saya terdengar sedikit reggae fusion, hingga genre rock yang dinyanyikan oleh Simple Plan.
Scooby Doo dan Bangunan Gotik
Sebenarnya, petualangan Mystery Inc. ini mudah ditebak. Pada akhir setiap episode, Scooby dan teman-teman tentu bisa memecahkan misteri dan menjadi hero (pahlawan) dalam cerita. Namun, yang menarik bagi saya adalah konsistensi para creators di setiap episode.
Para creators konsisten untuk membawa dan menggambarkan bangunan bergaya gotik dalam setiap episode, yaitu arsitektur bangunan yang muncul pertama kali di Eropa pada abad pertengahan. Gaya arsitektur tersebut begitu terkenal dan diadaptasi dalam semua kultur di beberapa negara, tidak terkecuali Amerika dan Indonesia (Gereja Katedral mengadaptasi gaya neo-gothic).
Gaya arsitektur itu identik dengan interior luas, atap runcing, gargoyle, hiasan ornamen, vault (lengkungan dalam ruangan yang menjadi penahan atap) hingga jendela yang besar, masih sering kita jumpai hingga kini di beberapa bangunan peninggalan masa kolonial, terutama gereja.
Arsitektur ini pun bisa ditemukan dalam salah satu film Alfred Hitchcock yang dirilis di 1960-an, yaitu Psycho (1960). Karakter antagonis dalam film, Norman Bates, digambarkan hidup di dalam rumah tua bergaya gotik. Dengan format hitam-putih, bangunan dengan arsitektur itu seakan memberikan kesan mengerikan dan misterius.
Scooby-Doo, sebuah serial animasi misteri yang dikemas dalam bentuk komedi, menjadi penutup apik di era 1960 Amerika yang begitu berat ~ Andaris Dikarina Share on XRumah bergaya gotik hingga kini masih menjadi gambaran situasi horor dalam setiap film, baik genre horor klasik maupun modern. Terdapat beberapa film horor atau misteri modern yang menggunakan arsitektur gotik untuk memberikan gambaran misterius yang mencekam, antara lain The Haunting(1963), The Shining (1980), The Woman In Black (2012), Harry Potter and the Prisoner of Azkaban (2004), Crimson Peak (2015), IT (remake, 2017), Haunting of Hill House (2018), Hereditary (2018), dan masih banyak lainnya.
Scooby Doo dan Isu-Isu Terkini
Seperti yang sudah saya sebut di awal tulisan ini, Betty Friedan, dalam Feminine Mystique, berhasil menyadarkan masyarakat akan peran gender yang telah lama menyematkan peran domestik dan manusia kelas dua pada perempuan. Buku ini seakan menjadi penerang bagi perempuan di Amerika.
Sama seperti buku itu, bagi saya, Scooby Doo adalah salah satu kartun yang berhasil menggambarkan kesetaraan gender dan memutus stereotip mengenai perempuan dan laki-laki. Setiap tokoh dalam kartun ini menjadi representasi gambaran gender baru dalam tatanan masyarakat.
Kita sebut saja Fred, yang bagi saya mampu merepresentasikan gambaran laki-laki baru (new man) yang begitu peduli dan memperhatikan penampilannya. Fred bahkan senang menjadi pusat perhatian (center of attention) dan paham dengan perkembangan dunia fashion (mode).
Lalu, Velma yang menjadi otak dari Mystery Inc. merepresentasikan karakter perempuan dengan kecerdasan yang tinggi. Sebelumnya, sebagaimana kita ketahui, banyak perempuan kesulitan mendapatkan pendidikan layak dan posisi strategis di tempat kerja, karena masyarakat percaya bahwa perempuan adalah manusia kelas dua dengan peran yang lebih domestik dibandingkan laki-laki.
Daphne, meskipun karakter ini disematkan dengan label damsel in distress (tokoh feminin yang selalu ada dalam masalah–kerap menjadi sandera yang menunggu untuk diselamatkan), bagi saya, Daphne menggambarkan seorang perempuan yang menemukan jati dirinya . Ia selalu berhasil menunjukan bahwa ia bukan seorang anak manja yang keluar dari kenyamanan dan berhasil menyelamatkan teman-temannya karena kepercayaan dirinya. Bahkan, di live action tahun 2004, Daphne digambarkan belajar melakukan bela diri untuk melindungi dirinya sendiri.
Kemudian, Shaggy dan Scooby sendiri menggambarkan sosok laki-laki yang tidak pernah segan untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Sebuah hal yang wajar ketika para laki-laki merasakan ketakutan dan menangis.
Hal lain yang menggambarkan kehidupan masyarakat Amerika kala itu adalah ekstasi (perubahan suasana hati). Oh, bicara tentang ekstasi dan obat-obatan, gambaran tokoh anjing yang bisa berbicara mungkin untuk anak kecil dengan berjuta imajinasi bukanlah hal yang aneh, tapi, semakin besar, konsep tersebut menjadi lebih absurd, setidaknya bagi saya.
Saya mulai membuat sebuah teori yang saya anggap relevan. Saya pikir, mungkin saja keempat sahabat ini berada dalam pengaruh obat-obatan (substance) sehingga mereka mengalami halusinasi. Menurut saya, teori ini masuk akal karena pada akhir 1960, obat-obatan yang membawa kebahagiaan itu beredar luas di Amerika terutama di sekitaran komunitas Hippies.
Shaggy pun terlihat seperti sosok yang selalu stoned atau teler dan membutuhkan Scooby snacks untuk kembali bertenaga. Bahkan, Fred pun selalu terlihat bahagia dalam setiap keadaan, seperti berada dalam pengaruh obat. Ya, kembali lagi, ini sebuah teori yang tercipta setelah frontal lobe (bagian otak) saya terbentuk sempurna.
Bagi saya, serial kartun ini memiliki tempat tersendiri. Beberapa episode, seperti The Vampire Strikes Back, dan dua live actionnya yang dibintangi oleh Sarah Michelle Gellar dan Freddie Prinze Jr selalu berhasil membawa saya bernostalgia dan mendapatkan kebahagiaan kecil di hiruk pikuk dunia dewasa yang pusing banget!
Andaris Dikarina biasa dipanggil Daris, sudah hampir satu dekade jadi pegawai biasa, kadang-kadang rajin menulis.
Artikel Terkait
Reason and Emotion (1943), Film Pendek Disney yang Jadi Cikal Bakal Inside Out
Saya sejujurnya masih berharap jika Disney dan Pixar akan membuat cerita pendek maupun panjang yang menggambarkan kondisi mencekam di Palestina saat ini. Menjadi nilai plus kalau-kalau temanya disentuh sedikit dalam cerita Inside Out 2. Sayangnya, itu cuma jadi mimpi di siang bolong.Warna Film Perang Kemerdekaan dalam Tiga Babak Politik Indonesia
Film tentang kemerdekaan Indonesia mempunyai gaya yang berbeda di setiap periode kepemimpinan politik.Kontribusi Film untuk Pendidikan
Untuk meratakan kesempatan pendidikan dan memberikan ruang baru bagi para guru dan siswa, Anggun berinisiatif mendirikan Sinedu.id (Sinema Edukasi).