Llia, Storial, & Produktivitas
January 8, 2020Mengapa Selebrasi Imlek Jadi Menjemukan Buatku
February 1, 2020WAWANCARA
Melawan Pelecehan Seksual bersama Never Okay Project
Wawancara ini adalah bagian dari blog Anotasi yang menyajikan profil anak muda Indonesia yang aktif di bidang ilmu sosial dan humaniora sebagai akademisi, pekerja kreatif, aktivis, dan penggiat komunitas. Kalau kamu mau merekomendasikan teman atau rekan, silakan hubungi kami di [email protected].
Kasus pelecehan seksual di ruang kerja sayangnya sering terjadi di Indonesia. Anotasi sangat beruntung mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Never Okay Project tentang misi mereka menjadi ruang aman bagi penyintas pelecehan seksual. Mari simak kisah Never Okay Project berikut ini. Kalau kamu mau berbagi cerita, menjadi relawan, atau bermitra dengan Never Okay Project, silakan cek neverokayproject.org
Boleh diceritakan bagaimana Never Okay Project berkembang menjadi platform berbagi cerita bagi para penyintas pelecehan seksual?
Pendiri kami, Alvin, sedang bekerja seperti biasa di sebuah sore yang indah di pertengahan 2017 ketika ia menerima telepon dari sahabatnya. Sahabatnya tersebut mengatakan bahwa dirinya telah dilecehkan secara seksual oleh atasannya pada malam sebelumnya.
Pada saat itu, sebagai orang yang minim pengetahuan mengenai topik ini, Alvin merespons dengan hanya mencoba menenangkannya dan menyarankan untuk segera menghubungi bagian personalia. Keesokan harinya, sahabatnya meneleponnya kembali dan mengatakan bahwa alih-alih bagian personalia mengambil tindakan, mereka justru menyalahkan pakaiannya. Mereka juga memintanya untuk menjaga sikapnya jika dirinya tidak ingin dipecat.
Momen itu mengingatkan Alvin tentang kejadian beberapa waktu sebelumnya ketika ia bekerja sebagai Sales Promotion Male ketika dirinya tengah mengumpulkan sejumlah uang untuk biaya kuliahnya. Saat bekerja, ia sering mendapat catcalling dari klien dan pelanggan.
Merasa tidak nyaman, ia kemudian mengambil inisiatif untuk menceritakan situasi ini kepada atasannya. Dia tertegun ketika atasannya hanya mengatakan bahwa itu adalah hal yang wajar, dan justru harus dianggap sebagai pujian.
Insiden-insiden ini membuatnya sadar bahwa proses pelaporan pelecehan seksual di dunia kerja bisa lebih traumatis daripada kejadian pelecehan itu sendiri. Banyak perusahaan atau lembaga tidak memiliki pengetahuan dan komitmen yang cukup untuk menyediakan mekanisme pelaporan yang aman dan sensitif gender.
Atas dasar pengalaman-pengalaman tersebut, pada bulan Desember 2017, ia kemudian memperkenalkan Never Okay Project, sebuah platform berbagi cerita anonim sebagai tempat yang aman bagi para penyintas pelecehan seksual di dunia kerja. Alvin percaya bahwa praktik pelecehan seksual, terutama di dunia kerja, tidak dapat dinormalisasi dalam keadaan apa pun.
Sejak saat itu, inisiatif ini terus berkembang secara progresif dalam mempromosikan dunia kerja yang lebih baik dengan mendukung komunitas dan mempromosikan integritas di dalam organisasi. Hingga saat ini, sudah terkumpul sebanyak 73 cerita, mendorong komitmen integritas bisnis dengan 34 organisasi/perusahaan serta melibatkan 158 relawan aktif.
Seberapa sering Never Okay Project mendapatkan cerita tentang pelecehan di dunia kerja? Apakah ada dunia kerja tertentu yang cenderung lebih tinggi risiko pelecehannya?
Bagi Never Okay Project, satu cerita saja sudah sangat berarti dan perlu disikapi secara serius. Sehingga prioritas kami bukan fokus pada frekuensi cerita yang masuk, namun bagaimana respon terhadap cerita-cerita tersebut.
Namun jika boleh dirata-rata, setiap bulannya bisa 3-5 cerita yang masuk. Frekuensi biasanya sangat dipengaruhi isu-isu eksternal yang sedang berkembang, serta konten-konten terkait yang kami sajikan.
Dari 73 cerita yang masuk hingga saat ini, sektor perusahaan swasta, lembaga pemerintah, dan perusahaan media menjadi tiga sektor terbanyak pencerita. Jumlah ini secara linier sejalan dengan hasil survei kami di tahun 2018 dimana sektor-sektor ini yang juga mendominasi.
Namun dari pengalaman kami, semua sektor dunia kerja sama-sama berisiko terjadi pelecehan seksual. Siapapun—tidak mengenal jabatan, gender, keahlian—juga dapat menjadi pelaku dan korban.
Dari hasil survei daring kami (2018), sebanyak 94% dari 1.240 responden mengungkapkan pernah mengalami pelecehan seksual di dunia kerja. Angka itu didominasi oleh korban pekerja perempuan. Dikombinasikan dari cerita-cerita yang masuk ke website kami, karakteristik dan modus operandi pelecehan terbukti sangat luas mulai dari verbal hingga pemerkosaan.
Menurut Never Okay Project, apa penyebab banyaknya kejadian pelecehan di dunia kerja di Indonesia?
Setidaknya ada dua faktor pendukung utama pelecehan seksual di dunia kerja terus terjadi di Indonesia: lemahnya penegakan hukum dan maraknya budaya normalisasi pelecehan.
Hingga saat ini ada kekosongan hukum anti-pelecehan karena tidak ada regulasi spesifik yang mengatur tentang pelecehan seksual di dunia kerja. Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak memiliki perangkat hukum tersebut, dimana juga ditunjukkan rendahnya komitmen untuk mengesahkan RUU PKS.
Pemerintah juga tampaknya masih enggan meratifikasi Konvensi ILO nomor 190 yang telah disahkan untuk mendorong komitmen negara untuk menghapuskan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja. Sehingga perusahaan dan institusi tentu enggan membangun sebuah regulasi yang tidak diatur kewajiban dan sanksinya oleh negara, terlebih jika dianggap berpotensi merugikan perusahaan dan tidak berdampak pada profit.
Selain itu, dari survei dan cerita kami, sangat terlihat langgengnya kecenderungan untuk menyalahkan korban. Hampir 50% lebih para korban enggan untuk melapor karena justru takut disalahkan balik oleh pelaku–yang biasanya atasan korban. Rapuhnya ruang-ruang sosial melalui kelompok pendukung dan serikat pekerja juga menjadi hal penting yang hilang dalam pembicaraan seputar pelecehan.
Pekerja perempuan juga berada dalam lingkaran setan yang terus-menerus merugikan dirinya. Mereka memiliki beban ganda karena sama-sama menjadi korban, baik ketika bekerja di kantor ataupun setelah pulang kerumah. Tak jarang kami menemukan cerita-cerita dimana mereka harus berjuang menghindari pelecehan di kantornya, dan juga menghindari kekerasan di dalam rumah tangga. Lingkaran kekosongan hukum dan kesadaran akan kesetaraan inilah yang harus diputus oleh Negara dan perusahaan.
Apa saja langkah awal yang bisa pekerja atau pegawai lakukan untuk mencegah pelecehan?
Langkah sederhana tapi sangat penting untuk dilakukan adalah sebagai pekerja kita perlu dengan sadar membekali diri kita dengan pengetahuan yang cukup seputar topik pelecehan seksual di dunia kerja.
Hal ini penting mengingat pelecehan sendiri memiliki dimensi yang sangat luas–dapat terjadi mulai dari masa perekrutan ataupun ketika bekerja sehari-hari, atau dari verbal hingga fisik–yang berdampak pada degradasi kondisi kerja seseorang.
Pengetahuan ini juga menjadi bekal yang sangat penting jika para korban/penyintas ingin maju ke tahap pelaporan. Namun terlepas dari itu, kekuasaan itu harus dilawan dengan berani bercerita. Never Okay Project menganggap bahwa mendorong lebih banyak pekerja untuk menceritakan kisah mereka adalah langkah pertama untuk menciptakan perubahan yang berarti.
Never Okay Project sudah banyak melakukan kerjasama dengan berbagai organisasi. Apakah kalian melihat ada ‘kemajuan’ atau ‘perbaikan’ dalam menyikapi pelecehan di dunia kerja Indonesia saat ini?
Pengalaman sejak 2017 bermitra dengan 34 perusahaan/institusi, kami melihat adanya kecenderungan minimnya kesadaran akan pentingnya membangun sistem dan budaya anti-pelecehan. Sehingga karena langgengnya normalisasi pelecehan seksual, diperlukan upaya-upaya yang melampaui regulasi.
Tren baik memang ditunjukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional/memiliki jaringan-jaringan bisnis di luar negeri. Wajar saja mengingat rezim dunia usaha dan investasi juga mengatur mengenai aturan compliance dan sanksi ketat terhadap segala pelanggaran pelecehan seksual.
Sayangnya, tren yang sama tidak ditunjukkan oleh perusahaan/organisasi yang memang basisnya di Indonesia. Kondisi ini tentu eksis karena banyaknya lubang regulasi dan sanksi seperti yang disebutkan diatas.
Sehingga kita sebagai pekerja saat ini hanya bisa sampai dalam tahap memberikan rekomendasi kepada pemegang usaha/pimpinan organisasi untuk berkomitmen menghadirkan dunia kerja yang aman. Kami selalu menyarankan 3 pendekatan: dimulai dengan riset, didukung dengan pengembangan regulasi dan sanksi, serta penguatan serikat pekerja. Modalitas utama dari ketercapaian ini sesungguhnya terletak pada komitmen seluruh stakeholders dalam membuka ruang-ruang diskusi yang sehat, dan mendorong budaya saling menghargai antar pekerja.
Cek Instagram Never Okay Project di @neverokayproject. Kamu juga dapat berbagi ceritamu di neverokayproject.org