Mengenal Permasalahan Sampah di Indonesia
March 18, 2021Doni Marmer
March 18, 2021Catatan Pinggir
Bagaimana konservasi satwa langka sebaiknya dipahami
oleh Sabhrina Gita Aninta
Pengantar Redaksi:
Konservasi keanekaragaman hayati merupakan bagian penting dalam hidup Sabhrina Gita Aninta, pendiri Tambora Muda Indonesia, jaringan konservasionis muda Indonesia. Di Catatan Pinggir ini, Sabhrina berbagi tentang pentingnya kepedulian dan pemahaman kita tentang konservasi. Yuk, baca!
Harimau, orang utan, anoa, elang jawa, hiu paus. Siapa yang tak kenal hewan-hewan ini? Sosok-sosok hewan ini tak hanya lazim dijumpai sebagai tokoh kartun dan motif mainan anak-anak, melainkan juga di logo dan simbol berbagai macam organisasi, hingga nama kendaraan bersenjata. Mereka tidak hanya populer dan disukai masyarakat, melainkan juga terancam punah.
Sedari sekolah dasar hingga menengah, orang Indonesia diajarkan bahwa negaranya kaya dengan ragam jenis flora dan fauna. Saya ingat kurikulum IPA selalu menekankan hal tersebut, sampai-sampai ada hafalan flora dan fauna identitas yang “memaksa” kita hafal flora dan fauna Indonesia setidaknya sebanyak jumlah provinsi di Indonesia. Saya ingat sekali provinsi tempat saya bersekolah mendapat fauna identitas kepodang emas. Otak kanak-kanak saya saat itu menyesali kenapa saya tidak bersekolah di Jawa Barat yang fauna identitasnya macan tutul jawa.
Jumlah flora dan fauna identitas ini bahkan belum ada separuh keanekaragaman hayati Indonesia. Dalam buku Sains untuk Biodiversitas Indonesia, dipaparkan bahwa wilayah Indonesia memuat 10% dari seluruh spesies hewan bertulang belakang yang telah diidentifikasi di dunia. Sayangnya, Indonesia juga terkenal sebagai negara dengan jumlah mamalia terancam punah tertinggi berdasarkan Daftar Merah IUCN, yang menunjukkan bahwa 10% dari fauna dunia berpeluang punah dalam waktu dekat.
Orang mungkin bertanya-tanya, memang seharusnya ada berapa jumlah anoa, harimau, atau elang jawa yang dikatakan sebagai terancam punah tersebut? Lalu yang paling mendasar, mengapa kita perlu peduli tentang ini? Mengapa kita harus menjaga mereka tetap ada? Selama puluhan tahun gerakan konservasi dikenal, masih belum ada satu jawaban pasti yang pas untuk pertanyaan yang terakhir ini. Kita bisa melihat ini dari kisah perubahan daftar nama spesies dilindungi yang sempat ramai beberapa tahun lalu.
Refleksi dari kasus perubahan daftar satwa yang dilindungi
Untuk melindungi kelestarian satwa langka kita, pemerintah telah membuat daftar spesies yang dilindungi hukum. Di dalam daftar ini ada nama seluruh jenis spesies hewan dan tumbuhan yang jika tidak dicegah eksploitasinya akan punah dalam waktu dekat. Jika pembaca tertarik, Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) juga mengeluarkan panduan identifikasi satwa yang dilindungi untuk mamalia, burung, dan herpetofauna agar masyarakat bisa lebih mudah mengenali jenis-jenis ini jika menemuinya.
Perlu diketahui bahwa nama jenis yang tertera dalam daftar tersebut telah mengalami dua kali perubahan dari daftar pertamanya (P20/2018). Dari daftar yang diterbitkan tahun 1999, peraturan tersebut memasukkan banyak spesies baru sehingga ada total 919 spesies yang dilindungi. Karena ramainya respon dari komunitas penghobi burung kicau, lima spesies burung dikeluarkan dari daftar tersebut dalam waktu kurang dari tiga bulan sehingga total spesies yang dilindungi menjadi 914 spesies (P92/2018). Perubahan kedua dan yang terakhir mengeluarkan 10 jenis tumbuhan langka sehingga total spesies tumbuhan dan hewan yang dilindungi di Indonesia menjadi 904 spesies (P106/2018).
Idealnya, kita tidak perlu konservasi. ~ Sabhrina Gita Aninta Share on XKarena keilmuan saya lebih banyak terkait dengan satwa langka, saya lebih banyak terlibat dengan pertukaran narasi seputar dikeluarkannya beberapa jenis burung langka dari daftar lindungan. Kala itu, para penghobi burung kicau menganggap masuknya jenis-jenis burung baru dalam daftar sebagai bentuk kriminalisasi terhadap penggemar burung kicau yang merasa turut memelihara kelestarian burung-burung ini dengan mengembangbiakkan mereka di luar habitat aslinya. Sementara itu, aktivis lingkungan menganggap bahwa burung-burung kicau yang diperjualbelikan di masyarakat sebagian besar merupakan hasil tangkapan dari hutan, belum lagi jika melihat semakin jarangnya burung-burung liar dijumpai di alam. Burung-burung itu lebih beragam di pasar hewan di tengah kota.
Para aktivis konservasi burung kicau dan penghobi burung kicau sesungguhnya sama-sama ingin burung-burung kicau tetap eksis. Bedanya, para penghobi menganggap eksistensi burung kicau penting untuk kebutuhan hobi mereka dan seluruh aktivitas ekonomi dan budaya yang mendukung hobi tersebut. Sementara itu, aktivis konservasi merasa bahwa burung kicau penting untuk eksis di habitat aslinya untuk menjaga keseimbangan ekosistem sebagai penyebar biji, pemangsa serangga, atau perekayasa ekosistem. Keberadaan burung kicau itu sendiri untuk eksis diakui oleh kedua belah pihak, hanya bagaimana persisnya mereka harus eksis yang tidak disepakati. Lalu yang mana yang betul?
Menurut Konservasi Baru (New Conservation) yang digagas oleh Peter Kareiva pada 2012, kesejahteraan manusia perlu diutamakan untuk menjaga keanekaragaman hayati. Perspektif konservasi baru ini sudah diambil oleh pemerintah Indonesia ketika menerapkan konsep konservasi untuk alam dan masyarakat, yang disebut tidak hanya mengutamakan aspek ekologi, tapi juga sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di sekitarnya. Dengan pendekatan ini, skema konservasi diupayakan untuk melibatkan masyarakat. Di Desa Jatimulyo, misalnya, ada skema adopsi burung di alam liar yang dilakukan penduduk setempat untuk mereka yang ingin memelihara burung tanpa harus melibatkan perburuan dan sangkar.
Dari sini bisa dilihat bahwa ketika kita bisa mempertemukan motif yang berbeda, kita bisa menjawab bagaimana konservasi seharusnya dilakukan dengan lebih mudah.
Tidak semua orang harus jadi relawan atau melakukan donasi untuk menyelamatkan satwa langka. Ada banyak cara membantu dari hal-hal yang bisa kita lakukan sehari-hari. ~ Sabhrina Gita Aninta Share on XMengapa motivasi konservasi bisa berbeda dan apa yang seharusnya kita lakukan?
Konservasi keanekaragaman hayati secara umum memang penting untuk menjaga keberlangsungan ekosistem yang juga kita perlukan dalam jangka panjang; kecukupan air bersih, udara bersih, makanan, pakaian, dan berbagai kebutuhan pokok manusia bergantung kepada keseimbangan alam. Alasan jangka panjang ini tidak selalu mengena ke masyarakat karena mereka tidak bisa melihat dampak langsung dari aksinya. Selain itu, beberapa upaya konservasi terlalu mengasingkan sekelompok masyarakat. Jika masyarakat tidak merasa terhubung dengan ragam flora dan fauna langka ini, atau bahkan tidak tahu tentang kondisi mereka, tentu upaya konservasi jadi terasa tidak relevan.
Hasil wawancara yang dilakukan Franck Courchamp dan para koleganya terhadap ribuan penduduk Perancis, Spanyol dan Inggris (termasuk ratusan anak sekolah menengah) mendapati bahwa lebih dari separuh responden keliru saat diminta menebak tingkat keterancaman yang dialami satwa yang mereka anggap populer. Mungkin karena publik terlalu sering melihat foto singa dan gajah di media sosial, sampai mereka kesulitan untuk paham bahwa hewan-hewan yang sering mereka lihat itu sesungguhnya berjumlah sangat sedikit di habitat aslinya.
Idealnya, kita tidak perlu konservasi. Idealnya, kesadaran bahwa manusia perlu hidup berdampingan dengan berbagai ragam jenis tumbuhan dan satwa yang turut berbagi habitat di Bumi sudah mengakar ke bawah sadar manusia, sehingga masyarakat akan berpikir panjang sebelum memutuskan untuk mengambil sesuatu dari, atau melepas sesuatu ke alam. Dunia memang tidak ideal, tapi kita bisa selalu berusaha untuk sebanyak mungkin mendekati apa yang ideal.
Tidak semua orang harus jadi relawan atau melakukan donasi untuk menyelamatkan satwa langka. Ada banyak cara membantu dari hal-hal yang bisa kita lakukan sehari-hari. Tidak membeli atau memburu satwa liar untuk binatang peliharaan atau konsumsi, misalnya. Lebih mudah lagi, kita bisa berusaha untuk tidak terlalu sering mengonsumsi makanan atau membeli aksesori yang tidak terlalu dibutuhkan agar pembukaan lahan tidak terjadi terlalu sering. Dengan demikian, kita turut membantu memelihara habitat asli satwa liar sebanyak mungkin tetap terjaga. Apabila kita harus mengkonsumsi sesuatu, kita bisa juga menyelamatkan lingkungan hidup dengan memastikan produsen produk yang kita beli bertanggung jawab terhadap dampak produksi barang tersebut ke lingkungan.
Selain membantu mengurangi ancaman kepunahan, perilaku-perilaku yang disebutkan di atas juga dapat membantu kita hidup sehat dan hemat, dan bahkan dapat turut membantu komunitas yang hidup dekat dengan habitat satwa. Seiring berjalannya waktu, kita akan belajar lebih banyak hal tentang alam. Pada masa mendatang mungkin akan ada perilaku-perilaku yang lebih efektif dalam mendukung konservasi satwa liar yang akan dikomunikasikan oleh kawan-kawan aktivis; saat itu, pastikan kamu menjadi bagian dari gerakan.
Bacaan Lebih Lanjut
Bacaan Lanjutan AIPI. 2019. Sains untuk Biodiversitas Indonesia. Jakarta: AIPI. Dapat diunduh di https://aipi.or.id/frontend/book/read/575468584d413d3d Indrawan, dkk. 2012. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Luthfi, A. dan Wijaya, A. 2011. Persepsi Masyarakat Sekaran tentang Konservasi Lingkungan. Komunitas Vol 3(1):29-39. Arsyad, A. M. 2017. Identifikasi Kesadaran Masyarakat terhadap Konservasi dan Rehabilitasi Burung. SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 4(1), 2017, 81-91. Law, J. 2020. Conservation action has prevented at least 28 extinctions since 1993. BirdLife.org. Dapat diakses di https://www.birdlife.org/worldwide/news/conservation-action-has-prevented-least-28-extinctions-1993 Pudyatmoko, S. 2020. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Pengelolaan Satwa Liar Pada Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. |
Sabhrina Gita Aninta Sabhrina adalah salah satu pendiri Tambora Muda Indonesia, jaringan konservasionis muda Indonesia. Penelitian Sabhrina berkisar seputar penggunaan data keanekaragaman hayati untuk membantu upaya konservasi, salah satunya dengan biodiverskripsi.org. Saat ini Sabhrina sedang menempuh studi doktoral di Queen Mary University of London tentang penggunaan sekuen DNA utuh dan spesimen museum untuk membantu upaya konservasi satwa langka. Tulisan-tulisannya yang lain bisa dibaca di catataniga.wordpress.com atau kadang di situs web lain.
Artikel Terkait
Bagaimana konservasi satwa langka sebaiknya dipahami
Konservasi keanekaragaman hayati merupakan bagian penting dalam hidup Sabhrina Gita Aninta, pendiri Tambora Muda Indonesia, jaringan konservasionis muda Indonesia. Di Catatan Pinggir ini, Sabhrina berbagi tentang pentingnya kepedulian dan pemahaman kita tentang konservasi. Yuk, baca!Mengenal Permasalahan Sampah di Indonesia
Pengalaman Joshua Valentino memimpin Rekosistem, sebuah startup yang fokus dalam pengelolaan sampah, layak dipelajari untuk lebih paham tentang solusi yang kita bisa lakukan dan usahakan untuk pengelolaan sampah demi masa depan lingkungan Indonesia yang lebih baik.Ekofeminisme: Perjuangan Perempuan dan Alam Membongkar Narasi Pembangunan
Eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam yang dilakukan oleh perusahaan dan pemerintah telah melahirkan berbagai gejala kemunduran ekologi. Karenanya, perlu dilakukan rekonsiliasi antara manusia dengan alam. Contoh pemahaman alternatif dapat dilihat dari kelekatan perempuan dengan alam yang melandasi perlawanan perempuan lokal terhadap berbagai aktivitas pertambangan di daerahnya. Apa yang membuat perempuan memiliki kelekatan dengan alam?