Memahami Autisme Secara Lebih Dalam, Membangun Kesadaran yang Lebih Inklusif
February 21, 2022Apa itu Keadilan Multispesies atau ‘Multispecies Justice’?
March 14, 2022OPINI
Kasus-kasus Kekerasan terhadap Anak: Gejala Dari Sistem Perlindungan Anak yang Masih Semrawut
oleh PUSKAPA
Kalau kita lupa bahwa isu anak itu multidisiplin dan sistemik, kita akan gagal memastikan semua anak terlindungi.
Apa yang kita pikirkan ketika mendengar frasa ‘perlindungan anak?’
Mungkin yang terbayang di benak kita adalah ‘korban kekerasan’, atau kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang sering dibahas di media. Berdasarkan pengumpulan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) KemenPPPA, kasus kekerasan pada anak di 2019 yang terlaporkan tercatat sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021. Ini baru yang dilaporkan.
Kita marah, kecewa, dan menyayangkan kejadian tersebut. Kepedulian kita terhadap anak membuat kita ingin memastikan pelaku kekerasan dihukum seberat-beratnya, contohnya, hukuman mati, kebiri kimiawi, atau hukuman penjara seumur hidup.
Mungkin kita juga bertanya-tanya, kenapa masih banyak anak yang menjadi korban kekerasan? Apa karena orang tua yang tidak becus mengasuh anak? Sekolah yang tidak menjaga muridnya? Atau, tetangga yang tidak berperan memastikan anak-anak di kompleknya aman?
Jawabannya tidak semudah dengan menyalahkan satu pihak saja. Kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang masih terus terjadi adalah gejala dari sistem perlindungan anak yang masih carut marut.
Kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang masih terus terjadi adalah gejala dari sistem perlindungan anak yang masih carut marut. Share on XMenurut definisi, sistem adalah sekumpulan bagian yang diatur dan bekerja untuk mencapai suatu tujuan. Dalam konteks kerja negara, sistem perlindungan anak terdiri dari sektor, kementerian/lembaga, pembagian peran dan kewenangan antar sektor, hingga antara pusat dengan daerah sampai ke tingkat desa, serta kita sebagai komunitas. Tujuan dari sistem perlindungan anak adalah melindungi dan memenuhi hak semua anak agar dapat mencegah, menangani, serta memulihkan anak dari dampak buruk kesulitan hidup pada anak dan orang-orang sekitar mereka.
Apakah sistem perlindungan anak kita sudah lengkap? Ada beberapa komponen untuk menilainya.
Pertama, kebijakan yang bisa berbentuk undang-undang, aturan turunan, serta peraturan teknis yang mengatur kerja berbagai kementerian dan lembaga. Kita perlu bertanya:
- Apakah sudah ada kebijakan yang mengatur?
- Kalau sudah ada, bagaimana dengan kualitasnya? Apakah benar-benar mendukung perlindungan anak?
- Jika ada dan mendukung, apakah benar-benar bisa dilaksanakan?
Kedua, tata kelola, yaitu serangkaian prosedur dan pengelolaan SDM, anggaran, dan segala sarana agar kebijakan bisa dijalankan dengan baik. Kita perlu bertanya:
- Apakah prosedurnya sudah ada? Apakah sudah jelas dan terstandar?
- Apakah ada anggaran yang cukup atau tidak?
- Apakah SDM yang mendukung punya kapasitas atau tidak?
Ketiga, norma sosial yang secara kasat mata memengaruhi bagaimana orang-orang yang terlibat dalam sistem bersikap. Kita perlu bertanya:
- Apakah orang-orang dalam sistem perlindungan anak bersikap mendukung pemenuhan, perlindungan, dan penghargaan terhadap hak-hak anak tanpa kecuali?
- Apakah orang-orang dalam sistem perlindungan anak bersikap mendukung peningkatan kualitas hidup semua anak tanpa memandang gender, status ekonomi, ras, agama, dan identitas sosial lainnya?
Keempat, data dan informasi yang diperlukan untuk merancang, memeriksa, dan memperbaiki sistem perlindungan anak. Kita perlu bertanya:
- Apakah data dan informasi tersedia dengan lengkap?
- Apakah data dan informasi tersebut berkualitas?
- Apakah data dan informasi tersebut dapat diakses dan bisa digunakan secara tepat untuk menguatkan sistem perlindungan anak?
Setelah melihat berbagai komponen di atas, mungkin kita akan berpikir, “Aduh, memperkuat sistem itu lama banget, dong. Gimana dengan anak-anak yang sudah terlanjur mengalami kekerasan dan kesulitan hidup lainnya?”
Benar, memperbaiki sistem itu membutuhkan waktu yang panjang, tidak sederhana, dan mungkin bikin kita tidak sabar. Misalnya, kita berhasil mendorong suatu kebijakan hingga akhirnya terbit jadi Undang-Undang. Apakah artinya semua masalah langsung hilang? Tentu tidak. Proses implementasi Undang-Undang hingga benar-benar dijalankan memakan waktu bertahun-tahun, bahkan mungkin berdekade. Banyak sekali pihak yang perlu dikerahkan dan dibujuk, serta untuk memastikan ‘koordinasi lintas sektor’ itu bukan hanya sekadar jargon, melainkan PR yang sangat berat.
Jadi, apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan PR-PR perlindungan anak?
- Perlu ada sistem yang bisa mencegah, menangani, dan merehabilitasi secara cepat. Penanganan kasus itu penting, tapi tidak cukup sampai di situ saja.
- Perlu penelitian yang lebih mendalam dan menyeluruh untuk bisa memahami secara efektif tantangan-tantangan hidup yang dialami anak.
- Perlu mendorong pemerintah agar terus mau menyusun kebijakan berdasarkan bukti.
- Sebagai bagian dari masyarakat, kita perlu terus mengawal upaya pemerintah.. Kita bisa mulai dengan banyak belajar soal isu ini, membagikan informasi ke teman-teman lain.
Sistem perlindungan anak mencerminkan seperti apa kualitas hidup yang dapat dimiliki anak-anak. Kalau sistemnya saja masih semrawut… tahu kan apa kelanjutannya?
Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA) Universitas Indonesia adalah tim interdisipliner yang terdiri atas peneliti, ahli kebijakan, dan pelaksana program.
Mau tulisanmu diterbitkan di blog Anotasi? Silahkan cek link ini