Konsep Mini
1. Etnis
Identitas budaya bersama di antara sekelompok orang berdasarkan kesamaan nenek moyang, bahasa, sejarah, tradisi, dan terkadang ciri-ciri fisik yang sama.
2. Ras
Konstruksi sosial yang mengkategorikan orang berdasarkan ciri-ciri fisik, seperti warna kulit, tekstur rambut, dan fitur wajah, dan bukannya perbedaan biologis yang melekat.
Kita bisa menelusurinya dari beberapa percakapan [1] berikut ini:
“Kamu Minang apa Sunda sih?”. Pertanyaan serupa itu sering kita dengar dalam obrolan santai dengan teman-teman. Biasanya, kita akan mendengar jawaban yang kira-kira begini, “Ayahku Sunda tapi Ibuku Minang. Tapi aku lebih merasa sebagai orang Sunda sih.” Atau dalam bentuk kalimat yang lebih sinis, mungkin kita pernah mendengar seperti ini, “Dia tuh kayaknya udah ga sepenuhnya lagi Batak, lihat aja cara ngomong bahkan cara berjalannya sudah kayak orang Jawa lho!”
Pada prinsipnya, percakapan di atas berkaitan dengan aspek etnis. Namun, contoh di atas belum menunjukkan bagaimana percampuradukan pemahaman antara ras dan etnis. Maka, dari percakapan [2] berikut ini dapat kita telisik nantinya bagaimana kedua istilah tersebut dimaknai secara serampangan: “Kamu orang Tionghoa ya?” tanya seseorang pada temannya. “Lho, nggak kok, kenapa emangnya?” jawab orang yang ditanya itu. “Nggak sih, aku kira orang Tionghoa, soalnya matanya sipit dan kulitnya putih gitu.” Lalu yang ditanya itu menjawab kembali, “Aku asli orang Minang kok, emang ada kok orang Minang yang sipit dan putih,” jawabnya. “Ha, masa sih?” Selain itu, ada jenis percakapan lain yang kurang lebih menunjukkan kekeliruan serupa: “Tau nggak, tadi ada bule yang tersesat gitu, dia nanya alamat, aku sih juga nggak tau,” kata seorang teman kepada rekannya. “Emang bule dari mana?” jawab rekannya. “Nggak juga sih, tapi kalau dilihat-lihat dari wajahnya, kayaknya Latin gitu…” “Eh maksudmu yang tadi lewat di sana? Dia itu orang Inggris kali!”.
Dari percakapan [1] dan percakapan [2] tersebut kita dapat menguraikan: bagaimana campur aduk pemaknaan antara ras dan etnis; bagaimana perbedaan mendasar antara keduanya.
Percakapan pertama mengisyaratkan sebuah pemahaman bahwa seseorang hanya boleh mengidentifikasi dirinya dengan satu etnis dan itupun harus mengikuti etnis orang tua. Atau bila orang tua berasal dari etnis yang berbeda, maka seorang anak harus memilih salah satunya. Apakah mungkin bila seseorang mengidentifikasi dirinya lebih dari satu etnis? Dan apakah mugkin bila etnis tersebut tidak berkaitan dengan etnis kedua orang tuanya? Sangat mungkin.
Kategori etnis merupakan kategori sosial-budaya. Ia muncul karena aktivitas sosial satu manusia dengan manusia lainnya. Konsekuensi hubungan berketerusan antar individu hingga menjadi suatu kelompok melahirkan seperangkat nilai, tata-cara, bahasa, moral, dan berbagai hal lainnya, yang “disepakati” secara kolektif. Perkembangan manusia dari kelompok itu terus menyebabkan persebaran etnis tersebut, dari suatu wilayah ke wilayah lain, termasuk juga persebaran dari zaman ke zaman. Akibatnya, seperangkat nilai dan sebagainya itu dari kelompok awal-mula ke kelompok seterusnya bervariasi atau tidak benar-benar sama sebagaimana awalnya.
Etnisitas bukanlah sesuatu bawaan lahir melainkan hanya suatu konstruksi sosial-budaya tempat di mana kita beserta masyarakat lainnya hidup bersama. ~ Heru Joni Putra Share on XPerbedaan nilai —salah satunya—dikondisikan oleh faktor geografis suatu kelompok yang terpisah dengan kelompok lain. Baik perbedaan yang terjadi akibat perkembangan di dalam etnis itu sendiri ataupun antar etnis lainnya. Kategori etnis Melayu misalnya, meskipun sama-sama Melayu, tapi pada akhirnya menunjukkan corak yang berbeda antara Melayu yang berkembang di wilayah pesisir dengan Melayu di wilayah daratan.
Bila kita lihat perbedaan wilayah geografis di Indonesia, maka sangat wajar terdapat begitu beragam etnis di Indonesia dengan perbedaan kentara. Apalagi semua kategori itu sudah muncul sebelum perjalanan antar satu wilayah dengan wilayah lain belum semudah sekarang ini. Perbedaan itu tidak hanya perbedaan di dalam etnis itu sendiri tetapi juga perbedaan antar etnis satu dengan lainnya.
Oleh sebab itu, zaman sekarang ketika pertemuan antar manusia dari belahan dunia mana pun sangat gampang, seseorang tidak bisa lagi diikat dengan satu kategori etnis tertentu dan sangat mungkin untuk tidak sekadar meneruskan etnis kedua orang tua. Etnisitas bukanlah sesuatu bawaan lahir melainkan hanya suatu konstruksi sosial-budaya tempat di mana kita beserta masyarakat lainnya hidup bersama.
Bila ada seorang anak dibesarkan oleh keluarga etnis Jawa di Minangkabau, maka ia bisa saja mengidentifikasi dirinya sebagai orang Jawa dan orang Minang sekaligus bila ia hidup selayaknya orang Minang dan selayaknya orang Jawa juga. Ketika anak itu sudah besar lalu ia pindah ke wilayah Sunda lalu hidup dengan cara seperti orang Sunda (sesuai tata nilai, bahasa, moral) maka ia pun bisa mengindentifikasi dirinya sebagai orang Sunda. Begitulah, semakin hari kategori etnis semakin longgar, kecuali bagi orang-orang yang masih beranggapan bahwa etnisitas itu adalah bawaan dari lahir atau dari darah orang tua.
Selanjutnya, dari percakapan [2] kita bisa menelusuri bagaimana kategori etnis seringkali diidentifikasi lewat kategori ras atau bagaimana kategori sosial-budaya diidentifikasi menggunakan kategori biologis. Apakah etnis Tionghoa selalu berarti bermata sipit dan berkulit putih? Atau apakah yang bermata sipit dan berkulit putih selalu artinya Tionghoa? Apakah orang Inggris tidak mungkin memiliki postur wajah Latin? Atau apakah orang Latin tidak mungkin menjadi Inggris?
Tingkat kecerdasan, konsep keindahan, kualitas kesehatan dari seorang manusia, tidak bisa diidentifikasi melalui ras atau etnisnya.~ Heru Joni Putra Share on XKita tak pernah bisa memilih sendiri apakah kita akan lahir dengan mata sipit, besar, atau bentuk muka lonjong, bulat, bundar, atau warna kulit hitam, putih, kuning, dan seterusnya. Semua kategori tersebut merupakan sesuatu yang terberi atau bawaan lahir. Itulah yang sering disebut sebagai ‘ras’. Konsep ‘ras’ sering disalahartikan dan dihubungkan dengan dengan fakta biologis manusia, berkaitan dengan karakter fisik, yang sifatnya genetik. Seiring perkembangan ilmu sosial, ras kini tidak dilihat lagi sebagai konstruksi biologis tapi lebih sebagai konstruksi sosial yang menempatkan ras tertentu lebih superior dibandingkan ras yang lain.
Tingkat kecerdasan, konsep keindahan, kualitas kesehatan dari seorang manusia, tidak bisa diidentifikasi melalui ras atau etnisnya. Pada tingkat paling sederhana, rasisme adalah suatu tindakan menilai kapasitas manusia berdasarkan ras ataupun etnisnya. Padahal, seseorang tidak semerta-merta lebih pintar atau lebih cantik hanya karena kulitnya putih atau sewenang-wenang jadi dungu atau kurang menarik hanya karena kulitnya hitam. Kualitas manusia tidak ditentukan oleh karakter fisiknya. Saat ini, tak ada etnis yang lebih baik dari yang lain, kita bisa memilih menceburkan diri ke dalam etnis apa saja, hidup dengan cara etnis tersebut, dan ikut menjadi bagian dari dinamika masyarakat itu. Namun, bila penggunaan status etnis lebih banyak menimbulkan konflik, kita bisa memilih hidup tanpa perlu identifikasi oleh etnis apapun secara absolut.
© 2024 Anotasi. Dibuat dengan hati dan puluhan gelas kopi.
Adding {{itemName}} to cart
Added {{itemName}} to cart