Mempertanyakan Gagasan tentang Sekolah
March 29, 2021Feminisme ≠ Membenci Laki-Laki
April 7, 2021OPINI
Berdamai Dengan Inner Child
oleh Dyna Fransisca
Kalian pernah mendengar istilah inner child nggak? Bukan, saya bukan mau membahas salah satu lagu milik BTS yang berjudul sama. Inner child yang saya maksud di sini berhubungan dengan pengalaman saya saat mengunjungi seorang psikolog beberapa waktu lalu. Kunjungan inilah yang akhirnya membuat saya tertarik untuk membahas mengenai inner child itu sendiri.
Dalam dunia psikologi, inner child dapat diartikan sebagai sisi kepribadian kita yang terbentuk dari berbagai pengalaman masa kecil. Well, nggak cuma pengalaman masa kecil aja, sih. Segala tahapan-tahapan di dalam hidup yang membawa kamu sampai ke titik sekarang ini juga bisa dikatakan sebagai inner child. Ibaratnya, inner child adalah versi kecil dirimu. Bagaimana cara kita merasakan sesuatu, mengekspresikan perasaan tersebut, atau bahkan cara kita merespon berbagai hal itu ternyata dapat dipengaruhi oleh pengalaman kita dari semasa kanak-kanak, lho. Secara garis besar, karakter dan kepribadian yang kita miliki saat dewasa ini adalah hasil dari rentetan kejadian yang terjadi pada masa lampau.
Pengalaman apa aja, sih? Ya, banyak. Kalau pengalaman semasa kecil kalian menyenangkan, diselimuti perasaan nyaman dan bahagia, dan dipenuhi dengan cinta serta kebebasan, kemungkinan besar sisi positif dari inner child kalian lah yang akan mendominasi nantinya. Tapi bagaimana dengan sebaliknya, kalau masa kecil seseorang nggak begitu bahagia? Mengingat hidup manusia di muka bumi ini nggak selalu mudah dan menyenangkan, pasti banyak sekali hal-hal menyakitkan di masa lalu yang akan membekas di dalam diri kita. Hal-hal menyakitkan ini pada akhirnya akan menimbulkan trauma mendalam karena memang nggak pernah disembuhkan.
Nah, ini yang bahaya! Biasanya, anak yang tumbuh dengan banyak permasalahan dan trauma akan mendapat banyak tantangan di masa dewasa. Kok bisa? Peristiwa buruk nan menyedihkan semasa kecil di lingkungan sosial maupun keluarga―seperti perpisahan kedua orang tua, kekerasan secara fisik maupun psikis, kekerasan seksual, kehilangan orang-orang tersayang―ternyata dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan membuat keputusan saat sudah dewasa. Luka ataupun trauma masa kecil yang tidak disembuhkan akan membuat anak tumbuh menjadi sosok yang lebih temperamental dan cenderung memiliki sifat pasif-agresif. Kedua hal ini bukan hanya akan merugikan diri sendiri, tapi juga bisa berdampak ke orang lain.
Berdamai dengan inner child yang bersembunyi di dalam diri kita memang bukan perkara yang mudah, tetapi penting untuk dilakukan demi terciptanya keselarasan antara hati dan pikiran.
Di sini, saya mau membagikan beberapa tips untuk kalian yang mungkin saat ini masih kesulitan menghadapi inner child yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman negatif. Keempat cara inipun masih sering saya aplikasikan ke diri sendiri.
- Self Awareness
Kesadaran diri adalah kunci! Modal pertama yang diperlukan dalam proses berdamai dengan inner child adalah pengakuan kepada diri sendiri bahwa kita memang memiliki inner child yang perlu dipulihkan. Tidak sedikit orang yang malah memilih untuk menutup diri dan bersikap tidak mau tahu terhadap perasaan mereka sendiri karena mereka tidak sadar akan pentingnya hal ini. Padahal, bisa saja rasa-rasa tidak nyaman yang kerap muncul saat menghadapi situasi tertentu sebetulnya adalah suara dari inner child kita yang sedang “berbicara” atau “meminta pertolongan”.
- Terapi diri sendiri
Sebenarnya ada banyak sekali metode terapi yang dapat kita lakukan sendiri di rumah. Menulis jurnal, melukis, menyanyi, bermeditasi, bercerita dengan orang-orang terdekat, atau kegiatan menyenangkan yang sering kalian lakukan semasa kecil―apapun itu yang dapat mencurahkan energi positif di dalam diri kalian. Tujuannya agar rasa sakit, trauma, dan kesedihan yang selama ini bersarang di dalam hati dan kepala dapat sesegera mungkin diproses dan dikeluarkan.
Berdamai dengan inner child yang bersembunyi di dalam diri kita memang bukan perkara yang mudah, tetapi penting untuk dilakukan demi terciptanya keselarasan antara hati dan pikiran. ~ Dyna Fransisca Share on X- Menjadi teman yang baik untuk diri sendiri
Saat orang terdekat kita sedang mengalami hal yang sulit, tentu kita sebagai sesama manusia ingin membantu, kan? Nah, posisikanlah diri kalian sebagai teman dan jadilah pendengar yang baik untuk diri kalian sendiri. Merangkul dan memeluk rasa marah yang sedang kita alami memang sulit. Setelah mendengar dan memahami pikiranmu sendiri, kamu akan mampu mengidentifikasi dan menjauhi trigger yang bisa memicu reaksi negatif inner child tersebut. Saat kamu berhasil mendengar dan memahami perasaanmu sendiri, di situlah proses penerimaan dan menyayangi diri akan dimulai.
- Afirmasi Positif
Menjalin komunikasi yang baik dengan inner child kita adalah suatu hal yang sangat penting. Maka dari itu, sisihkanlah waktu dalam setiap harinya untuk berbicara dengan sisi lain dari dirimu ini. Bermonolog seraya mengucapkan kalimat-kalimat motivasi yang suportif itu nggak ada salahnya, kok! Justru, hal tersebut sangat baik untuk kejiwaanmu. Apabila kamu bisa memeluk dan menguatkan dirimu sendiri dapat memberikan ruang untuk merasa dan mengeksplor diri kalian lebih jauh lagi. Dengan mengucapkan beberapa mantra seperti “semua ini bukan salahmu”, “kamu nggak sendirian di dunia ini”, atau “kamu sangat berharga dan mampu melewati semuanya dengan baik” saja sudah cukup, kok.
- Mencari bantuan ke profesional
Pernah mendengar istilah “Luka yang tidak pernah dibicarakan adalah luka yang akan menetap selamanya”? Istilah tersebut mengacu pada kurangnya kesadaran masyarakat umum akan pentingnya kesehatan mental. Banyak sekali orang yang lebih memilih diam dan menutup rapat-rapat trauma yang mereka miliki tanpa mengetahui bahaya dibalik menyimpan trauma yang belum diproses. Banyaknya stigma dalam masyarakat membuat banyak orang berpikir bahwa mengunjungi psikolog berarti mengakui bahwa mereka gila. Padahal, melakukan konseling dengan Psikolog merupakan salah satu cara terbaik untuk menghadapi respon negatif dari inner child kalian. Jadi, jangan pernah takut ataupun malu untuk meminta pertolongan ke profesional, ya!
Berdamai dengan rasa trauma dan pengalaman buruk di masa kecil memang perkara yang cukup berat, apalagi kalau rasa sakit tersebut sudah dipendam bertahun-tahun lamanya. Proses menerima dan berdamai dengannya pun akan memakan waktu yang cukup panjang. Artikel ini ditulis dengan tujuan untuk menguatkan dan menyemangati sesama pejuang kesehatan mental―agar tidak ada lagi perasaan takut, karena sesungguhnya kalian itu nggak sendiri!
Sudahkah kamu memeluk inner child-mu hari ini?
Dyna Fransisca, 24 tahun, adalah seorang lulusan Fakultas Hukum yang saat ini tengah bekerja di salah satu perusahaan swasta di Kota Samarinda. Dyna senang menulis untuk mengisi waktu luang. Beberapa topik yang Dyna gemari adalah budaya populer, perempuan, dunia psikologi dan isu sosial lainnya. Dyna bisa dihubungi lewat twitternya, @violetdusty.
Mau tulisanmu diterbitkan di blog Anotasi? Silahkan cek link ini