Di Balik Layar Ilustrasi Edisi Media
July 30, 2021Yang Berpijar dari Revolusi Oktober
August 9, 2021OPINI PANDEMI
Kerumunan Antrian Vaksin COVID-19: Melanggar Protokol Kesehatan untuk Tingkatkan Imun Tubuh
oleh Septian Dika Maulana
Sampai saat ini, saya belum sempat divaksin. Bukan karena tidak mau, melainkan karena saya tidak mendapat nomor antrian saat pertama kali ingin di vaksin, padahal vaksin COVID-19 ini seharusnya dilakukan sebanyak dua kali.
Banyak orang di sekitar saya yang sudah divaksin menceritakan pengalaman vaksinasi mereka. Ada yang mengalami efek samping seperti pusing dan mual sebentar. Selain itu, ada pula yang nafsu makannya meningkat setelah divaksin. Namun, ada juga yang tidak merasakan efek samping apa-apa. Katanya, semua tergantung pada kondisi fisik masing-masing. Bila kondisi fisiknya baik, maka kemungkinan mengalami efek samping dari vaksin pun sedikit. Mengetahui pentingnya vaksin, dan setelah tahu soal ragam efek sampingnya yang tidak seberapa dibandingkan manfaatnya, saya pun memberanikan diri untuk divaksin.
Hari Jumat, 2 Juli 2021, tepatnya pukul 7 pagi, saya dan seorang teman datang ke puskesmas di Gandoang, Cileungsi, Kabupaten Bogor untuk vaksinasi COVID-19. Begitu sampai di sana, kami kaget melihat banyak sekali motor di parkiran. Padahal, kuota vaksin hari itu hanya tersedia untuk 50 orang. Kami pun berdiri di depan pagar di seberang puskesmas, terpisahkan oleh jalanan aspal.
Di sekitar kami, banyak sekali warga yang berkumpul untuk ikut vaksinasi COVID-19. Di depan pintu puskesmas pun ada banyak warga berkerumun menunggu pintu puskesmas dibuka. Mereka menunggu agar bisa mendaftar vaksin COVID-19 dengan menyerahkan fotokopi KTP.
Padahal, kata seorang warga yang berdiri di samping kami, kuota pendaftaran untuk 50 orang hari itu sudah habis sejak awal mereka datang. Meski begitu, kami tetap kukuh menunggu di seberang pintu puskesmas, berharap kuota vaksin hari itu ditambah karena banyaknya orang yang datang.
Hal ini tentu menjadi sebuah fenomena yang aneh. Vaksinasi COVID-19 yang bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh masyarakat justru malah mengundang kerumunan, yang tentu saja bertentangan dengan protokol kesehatan.
Dalam kasus ini, antrian panjang di puskesmas yang saya datangi terjadi karena puskesmas desa sebelah ditutup. Akibatnya, warga desa sebelah mencoba mendaftar vaksin di puskesmas ini. Kuota vaksinasi COVID-19 memang dibatasi untuk menghindari terjadinya kerumunan. Namun, hal ini malah mengundang protes dari masyarakat.
Protes tersebut terjadi karena menurut jadwal, vaksinasi COVID-19 baru akan mulai dilakukan jam 8 pagi. Namun, menurut warga yang sudah menunggu sejak jam 5.30 pagi, nomor antrian pendaftaran sudah habis sejak awal mereka datang. Di samping itu, warga sekitar pun terus berdatangan dengan harapan bisa mendaftar vaksin. Jumlah warga yang datang lebih dari 100 orang, padahal kuota vaksin hari itu hanya tersedia untuk 50 orang.
Vaksinasi COVID-19 yang bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh masyarakat justru malah mengundang kerumunan, yang tentu saja bertentangan dengan protokol kesehatan. ~Septian Dika Maulana Share on XHalaman puskesmas yang sempit membuat warga yang datang tidak bisa menjaga jarak. Meskipun pintu puskesmas masih ditutup, warga sudah berkerumun antri di depannya. Akibat kerumunan ini, seorang satgas berseragam pun datang dengan motor dan mulai memarahi warga yang berkerumun itu,
“Ibu-ibu, bapak-bapak, tolong patuhi protokol kesehatan! Jangan berkerumun!” Tetapi, nampaknya teguran satgas tersebut tidak didengar oleh warga. Akhirnya, satgas itu berdiri di tembok sisi puskesmas dan berceramah panjang lebar tentang COVID-19. Nada bicaranya mirip seperti mahasiswa yang sedang orasi, penuh semangat. Namun, lagi-lagi warga tidak mendengarkan.
Puskesmas baru dibuka jam 8 pagi. Warga yang sudah mengantri di depan pintu berebut ingin mendaftar dengan cara menyodorkan fotokopi KTP yang mereka bawa. Bahkan, beberapa warga ada yang membawa fotokopi KK untuk berjaga-jaga kalau ada langkah tambahan administrasi yang tidak mereka ketahui.
Melihat banyaknya orang di depan pintu, pihak puskesmas menginstruksikan agar warga membentuk dua baris ke belakang. Padahal, halaman puskesmas sempit dan terbatas. Pihak puskesmas juga akhirnya menambah kuota vaksinasi COVID-19 menjadi 100 orang. Namun, meski kuota sudah ditambah sekali pun, masih banyak warga yang tidak bisa mendaftar dan harus pulang.
Melihat hal tersebut, warga yang berada di depan pintu puskesmas memberi usul pada pihak puskesmas agar vaksinasi COVID-19 dilakukan dengan cara mengunjungi desa-desa sekitar. Maksudnya agar dapat menghindari terjadinya kerumunan. Namun, saya tidak tahu apakah masukan tersebut diterima atau tidak.
Setelah itu, kerumunan warga yang tidak mendapat nomor antrian dibubarkan agar vaksinasi COVID-19 bisa berjalan lancar. Saya dan warga lain yang tidak mendapat nomor antrian pun harus pulang tanpa menerima vaksin.
Vaksinasi COVID-19 di puskesmas itu diadakan setiap hari kerja dengan kuota 50 orang per hari. Pendaftaran diadakan langsung di tempat sehingga warga yang datang tidak tahu apakah kuota masih tersedia atau tidak. Akibatnya, warga pun berlomba datang lebih pagi untuk mendaftar. Karena itu, terjadilah kerumunan.
Vaksin COVID-19 ini berfungsi untuk menambah kekebalan tubuh dan membentuk antibodi. Jadi, bila orang yang sudah divaksin tidak mematuhi protokol kesehatan, ia tetap masih berpeluang untuk terpapar COVID-19. ~Septian Dika Maulana Share on XMelihat hal ini, kerumunan yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahan warga, melainkan juga kesalahan sistem pendaftaran. Pendaftaran yang diadakan secara langsung tersebut tentu mengundang banyaknya masyarakat umum yang datang. Belum lagi, saat ini kesadaran masyarakat untuk vaksin COVID-19 baru mulai tumbuh. Berbanding jauh dengan sebelumnya, di mana masyarakat belum banyak yang sadar akan pentingnya vaksin, sehingga peserta vaksinasi pun tidak seramai sekarang.
Apalagi, sekarang para karyawan, orang yang ingin mendaftar CPNS, atau orang yang akan bepergian jauh memerlukan sertifikat vaksin. Beberapa di antaranya bahkan harus mendapatkan vaksin sebelum tenggat waktu tertentu. Misalnya apabila satu perusahaan mewajibkan karyawannya untuk di masuk kerja di tanggal 15 Juli 2021, maka karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut harus sudah divaksin sebelum tanggal 15 Juli 2021.
Akibatnya, banyak warga yang seakan menomorduakan protokol kesehatan dengan berkerumun untuk mendapatkan sertifikat vaksin. Mau bagaimana lagi, vaksin kini jadi kebutuhan mendesak bukan karena imunitas yang ditawarkannya, melainkan karena sertifikatnya yang jadi dokumen wajib yang dibutuhkan untuk mengurus hal-hal seperti pekerjaan dan kepentingan-kepentingan lainnya.
Setelah kejadian yang saya alami tadi, kegiatan vaksinasi COVID-19 selanjutnya di puskesmas tersebut diliburkan. Warga yang memiliki kepentingan mendesak sehingga harus divaksin pun terpaksa mendaftar ke tempat yang agak jauh dari tempat tinggal mereka, seperti warga Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor akhirnya harus mendaftar vaksinasi COVID-19 di Jakarta atau kota Bogor.
Menurut seorang teman yang berprofesi sebagai karyawan di Tangerang pun terjadi ketimpangan jumlah vaksin dan jumlah penduduk yang serupa; terdapat sekitar 5000 orang yang perlu divaksin. Sementara, kuota yang tersedia hanya untuk 2000 orang. Akibat selisih jumlah tersebut, kerumunan pun tercipta dan banyak dari mereka yang tidak bisa mendapatkan vaksin.
Vaksinasi COVID-19 telah kembali dilakukan di Balai Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor mulai tanggal 22 Juli 2021 dengan kuota 100 orang perhari. Namun, menurut warga sekitar, mereka yang ingin divaksin harus datang dari jam 12 malam agar bisa mendapatkan nomor antrian. Apabila sudah dapat, warga bisa pulang dan istirahat. Keesokan paginya, mereka harus kembali ke balai desa dengan membawa kartu antrian tersebut. Bila mereka baru datang pada pagi hari untuk mengambil antrian, kecil kemungkinan kuota 100 orang tersebut masih tersisa.
Dari level satgas maupun sesama warga, tidak banyak yang bisa kita lakukan untuk meminta orang agar tidak berkerumun saat vaksinasi COVID-19. Sebab, setiap orang pasti punya kepentingannya masing-masing. Bagaimanapun, ketika vaksinasi jadi syarat untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi, urusan mendapatkan vaksin jadi masalah mengisi perut.
Meski begitu, dalam situasi seperti ini idealnya kita bisa lebih bijak. Setiap orang sebaiknya bersabar dan tetap mengantri dengan mematuhi protokol kesehatan. Bila memang sudah luang dan antrian di tempat vaksinasi sudah berkurang, warga baru bisa mendaftar untuk di vaksin.
Kita juga perlu mengetahui bahwa vaksin COVID-19 ini hanya berfungsi untuk menambah kekebalan tubuh dan membentuk antibodi. Jadi, bila orang yang sudah divaksin tidak mematuhi protokol kesehatan, ia tetap masih berpeluang untuk terpapar COVID-19.
Selain itu, diperlukan juga sosialisasi dan komunikasi yang baik antara pihak penyelenggara vaksin dan warga yang ingin divaksin. Hal ini bertujuan agar warga mengetahui kondisi lapangan dan tidak lagi berharap akan menerima vaksin saat antrian sudah melebihi kuota.
Salah satu caranya adalah dengan mengubah sistem pendaftaran menjadi melalui media daring. Dengan begitu, calon penerima vaksin dapat mengetahui apakah kuota pendaftaran masih tersedia atau sudah habis juga mereka bisa mendapat giliran yang jelas, sehingga yang datang ke lokasi vaksin pun hanya mereka yang sudah mendaftar.
Apabila kegiatan vaksinasi dilakukan di area dengan akses internet dan kemampuan literasi yang terbatas, bisa dilakukan program kerjasama dengan RT atau perangkat desa agar warga yang belum divaksin dapat dicatat dan dilaporkan datanya ke puskesmas. Dengan begitu, warga bisa mendapat giliran vaksin yang jelas.
Semoga ke depannya sistem pelayanan vaksinasi COVID-19 ini bisa diperbaiki, sehingga pendaftaran vaksinasi dapat berlangsung dengan lebih kondusif. Dengan begitu, proses vaksinasi pun dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hal tersebut penting mengingat saat ini kesadaran masyarakat untuk vaksin COVID-19 mulai tumbuh.
Jika kita semua mematuhi protokol kesehatan, mungkin pandemi COVID-19 di Indonesia bisa lebih cepat berakhir. Mungkin kita pun bisa segera menyusul negara-negara di Eropa yang sudah berhasil melawan pandemi dengan herd immunity dan bisa dengan percaya diri mengisi penuh kursi penontonnya di pertandingan Piala Eropa.
Semoga kita semua pun diberikan kesehatan dan yang sakit diberikan kesembuhan. Tetap menjaga kesehatan dengan mematuhi protokolnya, dan segera di vaksin dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Septian Dika Maulana, biasa di panggil Dika. Saya adalah mahasiswa Pendidikan Matematika di Universitas sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten. Saya suka membaca buku fiksi dan nonfiksi.
Bisa dihubungi melalui Instagram: @Septian5394
Mau tulisanmu diterbitkan di blog Anotasi? Silahkan cek link ini