Sibuk Tanda Kesuksesan, Tidak Sibuk Tanda Kemalasan?
September 4, 2020Pembangunan tanpa Gerakan Perlawanan
September 10, 2020
OPINI
Merangkai Bahasa Visual untuk Ilmu Sosial
oleh Lana Banatulhusna
Pengantar Redaksi:
Blog post Opini kali ini cukup spesial. Lana, yang enam bulan belakangan membantu desain dan ilustrasi Anotasi, berbagi tentang pengalaman dan prinsip-prinsip komunikasi visual Anotasi. Cerita Lana tentang prinsip dan gagasan dasar ilustrasi Anotasi penting untuk dibaca kalian yang tertarik dengan desain, komunikasi visual, dan ilmu sosial. Yuk, simak!
Jauh sebelum aku menjadi desainer, aku sudah tertarik dengan manusia. Aku percaya setiap orang berperilaku berdasarkan banyak hal dalam hidupnya. Contohnya keluarga, agama, pendidikan, tempat tinggal, finansial, psikologis, dan banyak hal lain.
Pada bulan Maret 2020, aku setuju bergabung dengan tim Anotasi sebagai paruh waktu sampai Agustus 2020. Begitu bergabung, Anotasi memperkenalkan aku dengan istilah dan penjelasan mengenai ilmu sosial. Aku jadi tahu ternyata ketika aku berpikir tertarik dengan manusia, maksudnya adalah ilmu sosial.
Anotasi adalah platform seperti majalah dengan konten yang membahas ilmu sosial dengan visi untuk membuat ilmu sosial lebih mudah diakses semua orang. Anotasi menggunakan pendidikan sebagai pendekatan kepada pembacanya, memperkenalkan ilmu sosial yang mengkaji banyak hal terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Platform ini berharap dengan bahasa yang mudah dipahami akan membantu pembacanya untuk belajar ilmu sosial.
Di Indonesia, ilmu sosial cenderung dilihat sebagai ilmu yang mudah dipahami oleh kalangan tertentu, terutama mereka yang memiliki pendidikan tinggi dan sudah sadar dengan topik tersebut. Bagi kebanyakan orang, ilmu sosial adalah salah satu ilmu yang sulit dipahami. Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya keterbukaan antar manusia juga akses mudah untuk memahami ilmu sosial.
Berbicara tentang ilmu sosial, topiknya sangat luas. Ilmu ini membahas gender, ras, budaya, sejarah, agama, emosi, dan banyak hal yang berpengaruh dengan kehidupan sebagai manusia. Ketika harus diterjemahkan dalam visual, Anotasi menginginkan visual yang bisa menggambarkan apapun topik yang dibahas.
Di saat yang bersamaan, Anotasi juga sedang membuat branding baru. Di tim Anotasi, kami menyebutnya ‘Anotasi 3.0’.
Untuk menjelaskan ilmu sosial, diperlukan satu ilustrasi yang menyuarakan ide tersebut. Ilustrasi ini akan muncul di website sebagai ilustrasi utama. Nantinya ilustrasi ini juga bisa digunakan pada media lain untuk merepresentasikan brand Anotasi.
Ilustrasi utama menggambarkan banyak cerita di dalamnya untuk mewakili ilmu sosial sebagai ilmu yang terdiri dari banyak bagian. Struktur gambar ini tidak perlu terlalu rapih karena toh manusia bukan makhluk yang sempurna.
Setiap bagian dari ilustrasi tersebut menggambarkan berbagai bagian dari ilmu sosial.
Di salah satu sisinya menggambarkan perubahan sosial yang berjalan seiring manusia keluar dari gua; mereka berubah menjadi manusia yang lebih ‘modern’. Ini menjelaskan jaman dulu, manusia berusaha untuk bertahan hidup di hutan, sementara manusia sekarang lebih memilih untuk selfie dan meninggalkan jejak di media sosial, ketimbang menjelajahi hutan.
Di bagian lain ada gambar yang menceritakan sepasang kekasih yang sedang mengungkapkan perasaannya. Ada stereotip di masyarakat kalau hanya laki-laki yang boleh mengungkapkan perasaannya kepada perempuan. Pada kenyataannya, saat ini perempuan sudah tidak lagi malu untuk mengungkapkan perasaannya kepada orang yang spesial. Kasih sayang seharusnya menjadi tempat di mana manusia bisa dengan bebas mengekspresikan perasaannya, dan tidak berdasarkan aturan gender yang kaku.
Selain itu, kami ingin membuat manusia tidak berdasarkan warna kulit atau etnisnya. Kami juga menghindari untuk membuat standar manusia yang seakan sempurna di ilustrasi ini. Manusia merupakan makhluk yang indah, dan kami berharap bisa mengutarakannya lewat bahasa visual.
Sehingga munculah sebuah pertanyaan, bagaimana caranya kami menyamaratakan manusia?
Dalam seni, ada yang disebut teori perspektif. Seseorang bisa membuat asumsi berdasarkan ingatan yang dimilikinya. Sebagai contoh, ketika mereka melihat sebuah gambar potongan roda, dengan mudahnya mereka akan mengenali bahwa itu adalah gambar roda. Dengan teori perspektif, kami bisa menggambarkan manusia dengan badan yang lengkap, namun menggunakan berbagai macam warna yang tidak melulu mengikuti gradasi warna kulit. Karena siapapun yang melihatnya akan mengenalinya sebagai bentuk manusia berdasarkan ingatan mereka.
Cerita dan konsep tersebut menjelaskan bahwa ilmu sosial sangatlah rumit, tetapi menarik untuk dipelajari. Kami kemudian menyatukannya dalam bentuk seperti bola bumi yang lingkarannya tidak begitu sempurna (wobbly).
Konsep ilustrasi ini akan menjadi panduan ilustrasi lainnya. Walaupun begitu, kami berharap akan mendapatkan ilmu lain yang membuat kami bisa terus mengembangkan panduan tersebut agar bisa lebih baik lagi.
Manusia lebih cepat tertarik pada hal-hal visual. Sehingga, ketika ‘visual’ dan ‘story telling’ digabungkan, muncul lah narasi yang membangun emosi kuat untuk pembacanya. Sebagai hasilnya pembaca akan lebih mudah mengingatnya.
Kesimpulannya, panduan ilustrasi perlu didesain dan diselaraskan dengan konsep dasar dari brand sehingga nilai dan prinsip brand bisa disuarakan melalui bahasa visual.
Pada akhirnya aku tersadar, ini merupakan salah satu alasan aku bangga menjadi desainer. Selama bekerjasama dengan tim Anotasi, aku semakin mendalami ilmu sosial yang telah lama aku sukai. Siapa tahu, yang aku lakukan bisa memberikan pengaruh baik untuk masyarakat.
Semoga artikel ini berguna ya. Terima kasih sudah membaca!
Lana Banatulhusna sudah lama menggeluti bidang desain. Pekerjaannya selalu berhubungan dengan komunikasi yang dirangkai dalam sebuah ilustrasi. Sekarang Lana bekerja sebagai Visual Designer yang membuatnya belajar mengenai perilaku manusia dalam perkembangan industri teknologi.
Mau tulisanmu diterbitkan di blog Anotasi? Silahkan cek link ini