Firmansyah Sarbini
January 27, 2022Orang-orang Religius dan Wasiat Kematian Dorce
February 18, 2022OPINI
Kekuatan Nostalgia dalam Marketing & Desain
oleh Delviana K. Soselisa
Berbagai studi telah dilakukan untuk meneliti tentang nostalgia dan dampaknya pada kehidupan manusia. Tidak hanya dari sisi medis, namun juga dari sisi marketing dan desain – seperti yang dilakukan oleh William J. Havlena dan Susan L. Holak.
Beberapa waktu lalu ada hal-hal yang menyita perhatian dan mengundang nostalgia, mulai dari reuni Daniel Radcliffe, Emma Watson, dan Rupert Grint di program “Harry Potter 20th Anniversary: Return to Hogwarts” sampai band NOAH yang merekam ulang lagu di era Peterpan untuk proyek “Second Chance”. Alih-alih cari tahu lebih dalam tentang berita-berita tersebut, saya jadi terfokus pada kata nostalgia dan terpikir sebuah pertanyaan random: “Apa sih sebetulnya nostalgia itu?”
Kata nostalgia sendiri merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Yunani, nóstos yang artinya kembali/pulang dan álgos yang artinya rasa sakit/luka. Johannes Hofer memperkenalkan istilah nostalgia pada abad 17 sebagai penyakit psikologis yang diderita para tentara Swiss saat mereka bertugas jauh dari rumah. Namun, seiring berjalannya waktu, kata nostalgia pun mulai mengalami pergeseran makna.
Saat ini, kata nostalgia cenderung dimaknai sebagai refleksi atau kenangan yang positif terhadap sesuatu di masa lalu. Hal apa pun bisa menjadi pemicu kehadiran nostalgia, misalnya saja rintik hujan membangkitkan kenangan bermain hujan-hujanan saat masih kecil, atau semangkuk sup hangat bisa mengobati kerinduan seorang perantau akan masakan rumah. Menariknya lagi, orang yang sedang bernostalgia seketika bisa merasa hangat dan nyaman – hal ini terjadi karena sistem reward di dalam otak aktif selama proses nostalgia berlangsung.
Berbagai studi telah dilakukan untuk meneliti tentang nostalgia dan dampaknya pada kehidupan manusia. Tidak hanya dari sisi medis, namun juga dari sisi marketing dan desain – seperti yang dilakukan oleh William J. Havlena dan Susan L. Holak. Dalam klasifikasi ini, Havlena dan Holak memandang nostalgia sebagai suatu emosi yang bisa dirasakan oleh individu dan kelompok. Bahkan, kehadiran nostalgia bisa dipicu dengan 2 cara: secara langsung (melalui memori/pengalaman pribadi) maupun tidak langsung (melalui cerita dari orang lain/info dari buku, film, dan media lainnya).
Lebih jauh lagi, Havlena dan Holak mencoba mengaitkan keempat dimensi tersebut dengan upaya mengoptimalkan strategi marketing dan desain. Hasilnya? Mereka menemukan bahwa nostalgia kelompok dapat menjadi sumber inspirasi untuk desain yang bersifat massal. Sementara, nostalgia individu bisa menjadi referensi untuk menghasilkan desain yang bersifat unik dan personalized bagi seorang individu atau sebuah kelompok kecil.
Setelah membaca studi tersebut, saya pun jadi menyadari bahwa sebetulnya sudah banyak sekali contoh penerapan nostalgia dalam strategi marketing dan desain. Salah satu yang memainkannya dengan apik adalah Spotify. Platform streaming musik ini menghadirkan berbagai fitur menarik yang memungkinkan user untuk bernostalgia sendirian maupun bersama orang terdekatnya. Jika ingin bernostalgia sendirian, ada Your Time Capsule – playlist yang disusun oleh algoritma berdasarkan usia, lokasi, dan selera musik user serta telah tersedia di 60 negara. Yang tidak kalah seru, katanya pilihan lagu dalam playlist ini bersifat unik alias berbeda untuk tiap user dan dijamin langsung major throwback ke masa lalu. Keberhasilan fitur ini ditandai dengan jumlah stream yang mencapai setengah miliar dan respon positif dari banyak user (salah satunya bisa dibaca di sini). Selain itu, ada juga Spotify Wrapped – fitur yang memungkinkan user untuk membagikan daftar lagu dan musisi favoritnya sepanjang tahun kepada orang-orang terdekat lewat sosial media. Lebih dari itu, menurut saya fitur ini tidak hanya berhasil mengajak kita untuk bernostalgia bersama, namun juga membuat kita mengenal kepribadian satu sama lain secara tidak langsung.
Eksekusi brilian lainnya datang dari serial TV Friends. Bagaimana tidak? Meskipun sudah berhenti tayang di tahun 2004, sitkom yang dibintangi Jennifer Aniston, Courteney Cox, Lisa Kudrow, David Schwimmer, Matt LeBlanc dan Matthew Perry ini masih sukses merebut hati penggemar dari lintas generasi. Tengok saja akun Instagram resminya – lebih dari 11 juta pengikut dari generasi Z dan milenial bernostalgia dengan saling bertukar komentar tentang adegan, dialog, atau karakter favorit mereka. Selain itu, para fans juga dimanjakan dengan kehadiran The Friends Experience yang tersebar di beberapa kota di Amerika Serikat. Di tempat pameran ini, mereka bisa berjumpa satu sama lain dan melihat langsung set replika, properti dan pakaian ikonik dari tiap karakter. Agar semakin ‘sah’ sebagai fans berat Friends, mereka juga bisa membeli merchandise resmi seperti kaos, tote bag, boneka Hugsy, dan lain-lainnya. Melihat keberhasilan tim Warner Bros dalam menghadirkan pengalaman nostalgia Friends secara offline dan online serta sambutan hangat akan berbagai inisiatif tersebut, tidak mengherankan jika ke depannya serial TV ini masih terus relevan dan mendapat tempat spesial di hati para penggemarnya.
Hal yang tidak kalah penting, nostalgia pun turut memegang peranan krusial dalam upaya penyelamatan bumi. Salah satu isu yang paling menyita perhatian adalah tren fast fashion atau produksi pakaian siap pakai secara masif dengan harga terjangkau. Berbagai masalah pencemaran lingkungan yang muncul akibat tren ini membuat banyak pihak tersadar dan mulai beralih ke alternatif lain yang bisa membantu menjaga keseimbangan alam, salah satunya adalah tren thrifting atau membeli produk yang dijual kembali (preloved) serta produk dengan gaya zaman dulu (vintage). Maraknya pengulangan tren di masa-masa sebelumnya membuat produk preloved/vintage semakin digemari oleh kalangan remaja dan dewasa muda, serta jumlah thrift shop di sosial media mulai menjamur. Cara bernostalgia ini pun diharapkan mampu mewujudkan tren slow fashion yang lebih sustainable atau tahan lama.
Dari sini, semakin jelas terlihat bahwa nostalgia lebih dari sekadar emosi yang dirasakan sesaat. Di tangan para ahli marketing dan desain, nostalgia mampu bertransformasi menjadi elemen penting yang mewarnai kehidupan manusia, menggerakkan roda perekonomian, dan bisa menentukan masa depan dunia.
Nostalgia lebih dari sekadar emosi yang dirasakan sesaat. ~Delviana K. Soselisa Share on X
Delviana K. Soselisa atau biasa dipanggil Della, adalah seorang UX Copywriter yang gemar mempelajari sosial budaya dan selalu tertarik dengan ide-ide kreatif.
Mau tulisanmu diterbitkan di blog Anotasi? Silahkan cek link ini