Memasuki tahun ajaran baru, sosial media mulai penuh dengan impian mengenai pendidikan (school dream). Banyak para tokoh, artis, dan influencer yang menjadi gambaran kesuksesan sekolah, salah satunya kuliah di luar negeri. Seperti sewaktu lalu, media heboh tentang Maudy Ayunda memilih Stanford atau Oxford untuk melanjutkan studinya. Tambah lagi banjirnya vlog pemuda Indonesia yang berkuliah di luar negeri. Semua itu membuat semua orang menilai bahwa kuliah di luar negeri itu suatu hal yang mengasyikan.
Pada Agustus 2018 saya meninggalkan tanah air dan menuju negeri Tirai Bambu. Pepatah bilang “Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China,” dan saya benar-benar pergi ke China. Dengan program double degree Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, setelah setahun berkuliah di Jakarta saya melanjutkan dua program ke China. Suatu anugerah besar buat saya, ditambah semua biaya kuliah ditanggung beasiswa unggulan Kemendikbud. Sungguh, saya merasa menerima karunia Tuhan Yang Maha Besar.
Tahapan culture shock
Pada awal perkuliahan di luar negeri, semua orang akan mengalami honeymoon phase atau fase bulan madu. Semua akan terasa indah dan menarik, layaknya yang kita lihat di sosial media. Betapa senangnya berkuliah di luar negeri: jalan-jalan ke tempat keren, menjadi mahasiswa internasional, dan menikmati pemandangan yang baru.
Setelah itu, mulai datang fase membandingkan dengan Tanah Air. Dari bahasa yang susah dipelajari, rasa makanan yang tak sedap, mulai tak suka bau air kamar mandi, atau sekedar benci dengan tingkah laku penduduk lokal. Masa ini disebut dengan fase krisis atau crisis phase.
Setelah beradaptasi, kita mulai masuk ke dalam masa penyesuaian atau adjustment phase. Ini masa dimana kita mulai menerima dan mulai mencintai perbedaan yang menjadikan kita memiliki kebiasaan baru. Setiap tahapan tidak berlangsung dalam hitungan hari atau seminggu. Setiap tahapan bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Krisis diri
Honeymoon phase menyuguhkan pemandangan yang indah dan tahap ini terdengar menyenangkan dan mudah. Namun, bagaimana dengan crisis phase dan adjustment phase ?
Saat kita mulai capek mencari restoran halal saat jalan-jalan atau sekedar cara makan penduduk lokal yang membuat kamu malas makan di tempat umum, kamu masuk ke crisis phase. Pada tahapan ini, kita mulai merindukan dan membandingkan dengan tanah air. Dan tahap ini menjadi penentu bagaimana jadinya diri kamu saat memasuki adjustment phase. Kenapa begitu penting?
Kamu mulai membandingkan betapa rindunya dan khusyuknya beribadah di tanah air. Mulai dari ceramah pastur atau ustad yang dimengerti atau jemaah yang saling bercengkrama. Sedangkan di luar negeri kamu kesulitan berbahasa karena terkadang suasana yang berbeda merusak fokusmu.
Kamu bisa saja berjuang dan belajar menerima perbedaanya. Tapi, ada pula yang menyerah, ikut perkembangan zaman di kota maju, menjadikan adjustment phase-nya di luar negeri sama dengan menjadi malas beribadah.
Sebagai seorang Muslim, berkuliah di negeri non-Muslim terasa sangat berat. Suasana beribadah yang berbeda dan ditambah dengan kendala bahasa menjadi tantangan. Orang sering bilang, ̎ agama kita sendiri yang cari dan menghadirkannya.” Di tanah air, kita sering mendengar azan mengumandang dan tahu jam salat. Di tanah Tiongkok, saya harus mengingatkan diri sendiri.
Atau, yang pemalu bisa berubah menjadi berani karena kondisi yang selalu memaksanya untuk berusaha sendiri. Bahkan, bisa saja kamu menjadi apatis karena kondisi yang memaksa dan membuat diri jadi tidak peduli. Perubahan juga bisa terjadi karena banyak faktor lainnya seperti suasana, lingkungan, dan pertemanan.
Bekal penting
Kuliah adalah tahapan diri dari remaja menuju dewasa. Krisis diri saat berkuliah di luar negeri dapat membentuk kedewasaan seseorang. Banyak orang yang tidak menyadari hal ini.
Peran bekal didikan yang baik dan prinsip diri menjadi hal yang paling penting saat berkuliah di luar negeri. Bekal didikan orang tua, guru, dan lingkungan sekitar tentang ajaran kehidupan, moral, etika, agama dan hal-hal non–material yang kadang suka kita sepelekan. Padahal, mereka lah bekal yang paling penting.
Mempertimbangkan dengan matang bekal dan tujuan ke luar negeri. Saat kita jauh dari orang tua dan orang sekitar, prinsip diri berperan penting dalam menghadapi masa adaptasi. Masa krisis diri beradaptasi kuliah di luar negeri tidak pernah mudah, kita pasti akan merasakan pahit dan sulitnya. Terkadang kita salah melangkah, namun itu hal yang wajar. Kekuatan dari dalam diri dan orang yang kita cintai akan sangat membantu melewatinya. Perlahan kita akan belajar menerima hingga bisa mencintai diri sendiri.
Ainayya, bisa dipanggil Nayya. Umur 20 tahun, tanggal lahir 21 Desember 1999 di Jakarta. Dari dulu punya motto hidup “Buat Mama bangga”. Hidup itu harus berbakti sama orang tua supaya barokah. Anak pertama dari dua bersaudara. Introvert yang suka warna monochrome.
Mau tulisanmu diterbitkan di blog Anotasi? Silahkan cek link ini