Pengantar Redaksi:
Di Catatan Pinggir ini, Ayu Yustitia berkisah tentang pengalamannya menjadi admin media sosial Pijar Psikologi. Ayu tersadar bahwa bahwa banyak orang di luar sana yang merasa tidak diterima oleh lingkungannya. Pengalaman ini mendorong Ayu untuk mendorong kita semua untuk lebih baik kepada diri sendiri dan orang di sekitar kita.
Ketika ditawarkan untuk memperpanjang pengabdian pada Pijar Psikologi sebagai admin media sosial, saya tidak perlu waktu lama untuk mengesampingkan semua pertimbangan dan menerimanya. Bayangan saya waktu itu, pekerjaan menjadi admin itu simpel. Konten sudah dibuatkan desainer, tugas saya hanya posting, balas komentar, balas direct messages, selesai. Ternyata, pelajaran yang saya dapatkan tidak sesimpel itu. Pekerjaan saya di Pijar Psikologi adalah pengalaman yang mengubah diri saya.
Saya bergabung dengan Pijar Psikologi pada April 2018. Saat itu, saya baru saja yudisium dan baru akan wisuda bulan depannya. Saya pikir, Pijar Psikologi merupakan tempat yang dreamy. Mereka menggabungkan dua hal yang sangat saya sukai: menulis dan psikologi. Saya kemudian diterima menjadi salah satu intern writer alias penulis magang untuk jangka waktu tiga bulan. Sebuah pengalaman berharga yang mengubah jalan hidup saya hingga saat ini.
Menjadi penulis di Pijar Psikologi merupakan sebuah pengalaman yang membentuk saya hingga menjadi orang yang lebih baik. Saya menjadi lebih peka terhadap orang lain, lebih observatif, lebih compassionate (berbelas kasih). Pengalaman menulis tersebut pula yang mengajarkan saya untuk lebih berbelas kasih pada diri sendiri, pada orang sekitar, dan pada hidup yang saya jalani.
Lepas menjadi penulis magang, saya diminta melanjutkan pengabdian saya pada Pijar Psikologi dengan menjadi admin media sosial. Secara garis besar, cakupan pekerjaan saya sebagai admin media sosial saat itu memang tidak banyak yang melenceng dari perkiraan. Akan tetapi, tantangan emosional yang ternyata harus saya hadapi setiap hari, sama sekali belum pernah saya bayangkan sebelumnya.
Saya memegang media sosial Pijar Psikologi secara penuh selama kurang lebih 1 tahun. Selama 1 tahun tersebut, pengalaman yang paling berarti bagi saya adalah mengenai direct message atau DM. Kebanyakan dari audiens tidak paham bahwa ada ketentuan tertentu untuk curhat pada kami. Mereka pikir curhat bisa dilakukan melalui DM, sehingga seringkali mereka langsung curhat panjang sekali. Tentu saja dengan berat hati terpaksa kami tolak.
Di Pijar Psikologi, kami memiliki kebijakan untuk tidak menerima konsultasi melalui DM maupun email. Kami selalu berusaha menjaga profesionalitas dengan tidak mengizinkan admin, yang notabene tidak memiliki latar belakang konseling, untuk melakukan konseling melalui DM. Kami paham betul, bahwa meski terlihat ringan, tapi DM dari kami bisa berpengaruh besar pada kehidupan seseorang.
Menjadi admin media sosial, terlebih akun psikologi, bukanlah hal yang mudah. Menerima pekerjaan tersebut artinya siap menjadi jembatan utama antara audiens dan organisasi atau perusahaan itu sendiri. Kami harus siap lahir dan batin untuk menerima semua cerita mereka yang memilih ‘curhat’ melalui DM. Tak jarang pula masalah yang diceritakan merupakan masalah berat. Atas dasar itulah mengapa pekerjaan ini bisa mengajarkan saya banyak hal.
Semenjak bergabung dengan Pijar Psikologi, saya merasa jadi lebih mudah memahami orang lain. Tagline dari Pijar Psikologi adalah #UnderstandingHuman (memahami manusia) yang selalu kami jadikan patokan untuk menerima dan merangkul semua orang yang datang. Tagline itu juga yang selalu berusaha saya terapkan dalam setiap aspek hidup saya. Saya selalu berusaha menempatkan manusia sebagai manusia, dengan segala keunikannya. Saya selalu berusaha untuk memahami setiap perilaku manusia dan selalu melihat setiap sisi mereka dengan cara manusiawi.
Di luar sana ada banyak sekali orang yang merasa dirinya misfit, tidak diterima lingkungannya. ~ Ayu Yustitia Share on XBerbagai permasalahan yang diceritakan audiens Pijar Psikologi membuat saya semakin paham bahwa masalah apapun, sekecil apapun, bisa jadi bermakna mendalam bagi orang yang bercerita. Selama menjadi pendengar tidak langsung, saya belajar bahwa semua orang memiliki masalah hidup. Semua orang pernah ada dalam pusaran kebingungan, tidak tahu harus mengambil jalan yang mana, dan tidak tahu harus bercerita kepada siapa. Hal terkecil yang bisa saya lakukan untuk mereka adalah dengan mendengarkan mereka.
Sesekali, saya menerima DM yang diakhiri dengan kalimat “Kalau nggak dijawab juga nggak apa kok, kak, saya cuma pengen cerita.” Kalimat tersebut memberikan pelajaran selanjutnya bagi saya. Mata saya jadi lebih terbuka, bahwa di luar sana ada banyak sekali orang yang merasa dirinya misfit, tidak diterima lingkungannya, tidak memiliki teman atau keluarga yang bisa memahami dilema yang mereka rasakan, merasa aneh, merasa sendirian, dan merasa kesepian. Banyak dari mereka yang sebenarnya hanya butuh diterima dan didengarkan tanpa dihakimi. Bahkan terkadang mereka hanya merasa butuh meluapkan apa yang ada di dalam pikiran mereka tanpa dikomentari.
Di sini saya ingin menggaris bawahi bahwa tidak semua orang bisa beruntung memiliki support system yang baik. Ada banyak orang yang butuh wadah curhat tanpa merasa takut dihakimi. Kenyataan tersebut membuat saya semakin termotivasi untuk memperbaiki diri sebagai manusia. Ketika mendengarkan orang yang bercerita, terkadang saya masih ‘gatal’ ingin berkomentar dan memberi nasihat atau solusi. Padahal, mungkin lawan bicara saya saat itu tidak membutuhkan nasihat apa pun, mereka hanya ingin didengarkan.
Memang sih, terkadang mendengarkan saja tidak cukup. Beberapa orang berharap kita memberikan respon yang menenangkan dan hal tersebut juga bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Terutama ketika orang yang bercerita sedang mengalami masalah hidup yang berat. Butuh waktu yang cukup lama bagi saya untuk dapat terbiasa mendengarkan orang dengan baik dan memberikan respon sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Sebisa mungkin saya tidak memberikan nasihat jika memang tidak diminta. Saya akan lebih banyak memberikan respon yang membuat mereka merasa aman, diterima, dan dimengerti. Saya akan lebih banyak mengajak mereka untuk sama-sama mencari titik terang dari masalah yang mereka alami dibandingkan dengan secara langsung memberikan solusi.
Mungkin pengalaman saya memenuhi kebutuhan emosional masyarakat saat menjadi admin Pijar Psikologi tidak bisa diukur secara statistik tingkat kesuksesannya. Tapi saya selalu berusaha mengingat bahwa seiring berkembangnya diri saya menjadi orang yang lebih baik, saya pun akan lebih mampu membantu orang di sekitar saya untuk menjadi orang yang lebih baik pula. Saya yakin saya akan bisa mengembangkan pengetahuan saya untuk memberikan manfaat yang lebih luas pula. Karena itu, saya sangat bersyukur karena sudah diberikan kesempatan bekerja di Pijar Psikologi.

Ayu sudah mencintai dunia kepenulisan sejak SD. Tapi, ia baru benar-benar merasa dan berani memanggil dirinya sebagai penulis sejak mengikuti internship di Pijar Psikologi tahun 2018. Karya-karyanya di Pijar Psikologi bisa dibaca di sini. Ayu juga terkadang senang menulis ulasan mengenai produk kecantikan pada blog pribadinya senandikaayu.wordpress.com. Ayu bisa dihubungi melalui Instagram @senandikaayu, Twitter @yustitiaayu atau email [email protected].