Pengantar Redaksi:
Di usianya yang muda, Putri Hasquita Ardala sudah mengenyam banyak pengalaman tentang pentingnya kesehatan mental. Di Catatan Pinggir ini, Putri mengingatkan kita semua tentang panjangnya jalan menghadapi depresi dan bagaimana kita semua perlu meminta bantuan.
“Has, Kenapa?” pertanyaan itu sering kudengar sepanjang dua puluh empat tahun berkelana di dunia sebagai manusia. Memang terkadang mataku sembap dengan muka sepucat tembok dihiasi tatapan kosong, sehingga menggugah mereka untuk mengungkapkan pertanyaan yang tidak semudah itu kuutarakan jawabnya.
Apakah kamu juga akan bertanya aku kenapa?
Jawabanku bermuara pada perkenalan pertamaku dengan Major Depressive Disorder (MDD). Saat itu usiaku 21 tahun, baru saja kembali dari China dan sedang berada dalam dunia perkuliahan yang menyenangkan. Tiba-tiba tanpa mengenal waktu aku menangis dan berulang kali kehilangan kendali, hingga akhirnya temanku yang mendengar tangisku tanpa henti lalu menyaksikan tangan kosongku menghancurkan cermin memaksa untuk mengunjungi psikiater. Kukira dengan segala kesibukan yang ada dan fakta bahwa aku telah menjadi dewasa, masaku menghabiskan sesi di kursi putih dan ruangan penuh kalimat motivasi sudah berlalu.
Jika kamu telah menjadi penderita Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) sejak berusia 15 tahun, maka menemui psikiater tidak lagi menjadi hal yang asing dan tabu. Depression’s not quite an old friend. But it’s someone I know. Depresi sebenarnya bukan teman lamaku. Tapi aku kenal dekat dengannya.
Setelah menjelaskan kekacauan dalam kepalaku sepanjang tiga sesi konsultasi dan beberapa tes, aku harus menerima MDD yang datang beriringan dengan PTSD yang belum hilang. Jika PTSD lahir dan dipicu oleh sesuatu di luar tubuhku, maka MDD adalah penyakit yang diciptakan dari dalam kepalaku. Menurut WHO, terdapat lebih dari 2 juta kasus penderita MDD di Indonesia.
Faktanya, gangguan mental bukanlah sesuatu yang spesial dan langka seperti Hutchinson-Gilford Progeria. Nyatanya saat kamu menderita gangguan mental kamu punya kewajiban untuk menenangkan orang di sekitarmu karena mereka tidak mengerti bagaimana membantumu. Entah sejak kapan konsep membantu dalam masyarakat menitikberatkan kepuasan pada mereka yang memberikan bantuan, bukan kepada mereka yang menerima bantuan. Tidak terhitung mereka yang berusaha membantuku, malah bersikeras hingga setengah memaksa mendorongku untuk terus melakukan interaksi dan mencoba bersikap biasa lalu membuatku merasa semakin menderita.
Rasa tidak dimengerti itulah yang membuat menderita MDD mampu membuatmu seolah-olah berada di dalam penjara dan terisolasi dari dunia. Kamu merasa tidak ada orang yang bisa kamu andalkan karena tidak ada yang paham. Atau kamu merasa kehilangan arah dan tidak tahu jalan untuk menyembuhkan diri. Tapi, ingat, aku bukan sekadar mau berbagi kisah hidupku. Aku mau berbagi tentang rahasia menjalani hidup harmonis dengan depresi. Aku tidak akan memberikan instruksi atau perintah. Tapi, aku hanya mau berbagi perjalananku menemukan dukungan yang tepat untuk kondisi emosiku.
Gangguan mental bukanlah sesuatu yang spesial dan langka ~ Putri Hasquita Ardala Share on XPertama, sangat penting untuk tahu bahwa sangat tidak apa-apa untukmu merasa apa-apa. Masih kuingat dengan jelas perasaan kesal yang muncul saat pertama kali melakukan terapi dan mendengar psikiaterku berkata bahwa aku “tidak apa-apa”. Dengan air mata berurai kusampaikan bagaimana aku bisa percaya dia akan menolongku saat dia sudah menilai bahwa sakit yang kurasakan bukanlah apa-apa?
Percayalah, tidak ada manusia yang mengerti perasaan sakitmu selain dirimu sendiri. Kalau kamu tidak menerima sakit yang kamu rasakan, siapa lagi? Itu langkah pertamaku: menerima.
Jika kamu tidak menerima fakta bahwa kamu sakit dan butuh bantuan, tidak akan ada yang bisa menyembuhkanmu.
Kedua, mungkin kamu akan muak membaca dan mendengar kata-kata nasihat khas Tumblr yang senada menyampaikan kita harus bersyukur bahwa kita masih hidup. Percayalah, aku sudah melalui titik yang mana doaku sarat kalimat agar Tuhan Yang Maha Esa menukar waktu hidupku untuk orang lain. Lucunya, suatu pagi mendadak aku menyadari sangat tidak adil bagiku memulai hari dengan membenci diri sendiri, maka sejak saat itu kumulai hari dengan memberi ucapan selamat. Selamat, aku melalui 24 jam yang mungkin penuh air mata, yang mungkin penuh nestapa dan rasa hampa. Sejak itu, aku memulai pagi dengan menari, bernyanyi dan memakan makanan yang paling kuinginkan. Aku mulai merayakan kehidupan. Itu langkah kedua: rayakan hidup. Ini hidupku.
Jika ada satu hal yang sangat berkesan dari semua sesi yang kulewati, hari itu psikiaterku memaksaku untuk menuliskan hal hal yang menjadi motivasi untuk terus menjalani kehidupan. Hari itu, aku bilang kalau aku tidak punya motivasi apapun. Selama empat tahun, tidak ada bosannya beliau memintaku untuk mencari. Sampai akhirnya kutemukan tiga, tiga hal yang membuatku bertahan. Tiga dari jutaan kemungkinan yang bahkan aku tahu dengan pasti akan berkurang menjadi dua.
Tapi, tiga hal tersebut adalah hal yang tidak membuatku menggantungkan jiwa dan kehadiranku di dunia terhadap kefanaan lainnya. Itu langkah paling akhir dan paling sulit: percaya kalau aku punya dorongan untuk terus hidup. Bahwa hidup layak diperjuangkan.
Yakinlah, tidak banyak manusia yang merasa bersyukur atas perjuanganmu melewati satu hari karena mereka juga sibuk melewati hari yang sama sulitnya. Menemukan dukungan emosional memang tidak semudah mencari kalimat motivasi di internet, atau masuk kedalam forum pencegahan bunuh diri online, atau bahkan datang dan membayar sesi konsultasi bersama psikiater. Usahamu selama bertahun tahun mungkin akan runtuh tiba-tiba dan membuatmu jatuh ke lubang depresi yang sama.
Namun, izinkanlah usaha tersebut menjadi alasanmu untuk merangkak naik dan melihat cahaya.
Tanpa merendahkan sakit dan sulit yang kamu lalui untuk bertahan hidup, dengan segala keberuntungan yang kumiliki, ijinkanlah aku mendorongmu untuk mencari dukungan emosional yang cukup. Pertolongan yang mungkin datang dari psikiater, atau orang tercinta.
Kamu mungkin akan merasa sesak awalnya. Kamu mungkin tidak tahu harus mulai dari mana atau khawatir kalau tidak ada yang peduli tentang hidupmu. Dapat kupastikan bahwa memang tidak semua orang akan peduli, karena pada dasarnya manusia akan lebih fokus kepada sakit yang ada di dirinya. Mungkin kamu akan merasa frustasi, jika benar, maka izinkanlah dirimu merasa frustasi.
Karena pada akhirnya rasa frustasi itulah jalan terbaik yang kutemukan sebagai motivasiku menolong diri sendiri. Rasa frustrasi akan membuka jalan dan menyadarkanmu kalau kamu perlu bantuan, kalau kamu hanya bisa sembuh kalau kamu benar-benar merawat dirimu. Jadilah orang pertama yang bertanya “kenapa?” dan jadilah orang pertama yang berusaha menemukan jawabannya.
Izinkan dirimu untuk membantu dirimu yang hancur.
Sama seperti ketika aku menyelamatkan diriku sendiri.
Putri Hasquita Ardala baru saja menyelesaikan pendidikan Strata satu di Universitas Brawijaya, sebagai sarjana hubungan internasional di bidang isu spesifik hukum internasional. Saat ini menempuh pendidikan pascasarjana melalui online learning di Ball State University berkat special admission untuk applied behavior analysis. Hasqui terus meningkatkan kemampuannya sebagai political security analyst dengan bekerja di Kementerian Hukum dan HAM setelah sebelumnya bekerja paruh waktu sebagai analis international business and investment untuk PT. ASTRA International tbk dan Labour Migration and Human Trafficking Policy Analyst for Entikong bersama IYRES Malaysia. Melalui keterlibatannya dalam forum dan konferensi internasional, Hasqui beruntung mendapatkan kesempatan menjadi kontributor paruh waktu untuk materi publikasi internasional support dan media coverage implications on Palestine untuk Al Jazeera, menjadi kontributor untuk kolom Youth on Political Security in South East Asia di the Strait Times Media Club Singapore. Saat ini Hasqui berusaha meningkatkan kontribusinya untuk pendidikan indonesia melalui tulisan singkat di laman Instagram @hasquita dan baru saja membuka blog pribadi yaitu https://phasquita.wixsite.com/mysite.