Menghidupkan Makna Kesehatan Mental
March 7, 2020Krisis Usia Dua Puluhan: Tantangan dan Bagaimana Memaknainya
March 7, 2020Makna
Apa Sebenarnya Gangguan Mental Itu?
oleh Syazka Kirani Narindra, M.Psi., Psikolog
Gangguan mental saat ini sudah menjadi hal yang umum yang untuk dibicarakan oleh masyarakat. Hal ini bisa berdampak positif dan juga negatif. Dampak positif yang terlihat jelas saat ini adalah orang-orang lebih terbuka untuk membahas permasalahan mental, mencari pertolongan, atau pergi ke psikolog. Gangguan mental kini tidak lagi menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan. Sayangnya, dengan kemudahan orang untuk mencari dan mengakses informasi mengenai gangguan mental, hal tersebut membuat orang-orang mudah memberi label terhadap dirinya sendiri. “Aku tuh depresi makanya aku seperti ini! Aku tahu karena aku baca dari Google,” “Menurut website X, aku tuh memiliki gangguan mood berdasarkan kuesioner yang aku isi.”
Hal ini membuat orang terus menerus dengan mudah menganggap bahwa dirinya memiliki gangguan berdasarkan sumber yang mungkin perlu dipertanyakan. Hal ini juga membuat orang mudah khawatir terhadap kondisi mental dirinya karena terdapat beragam label yang terkesan berbahaya pada dirinya.
Sebenarnya apa makna dari gangguan mental?
Gangguan mental atau masalah psikologis merupakan kondisi ketika seseorang tidak dapat berfungsi dengan baik secara psikologis, fisik, pekerjaan dan sosial yang memiliki resiko tinggi untuk merasakan sakit, menderita, kematian, disabilitas dan tidak memiliki kebebasan dalam berperilaku. Tiap psikolog dibantu dengan buku panduan (DSM) untuk melihat apakah seseorang dapat dinyatakan memiliki gangguan sesuai dengan simptom atau indikasi yang ditunjukkan oleh klien.
Psikolog bahkan tidak semudah itu menyatakan kepada kliennya bahwa ia memiliki gangguan tertentu. Setiap gangguan psikologis memiliki banyak kemiripan gejala. Perlu pemahaman teoritis dan pengalaman untuk memahami perbedaan tiap gangguan yang memiliki simptom yang serupa. Jarang atau mungkin hampir tidak pernah psikolog menegakkan diagnosis seorang klien di awal. Diagnosis yang dinyatakan pada sesi pertama seringkali dinyatakan sebagai running diagnosis yang merupakan dugaan diagnosis saat ini dan mungkin diagnosis dapat berubah pada sesi berikutnya dikarenakan temuan yang baru diketahui oleh psikolog di sesi-sesi selanjutnya.Terdapat beragam jenis gangguan psikologis. Mulai dari gangguan khusus pada anak-anak, gangguan kognisi, gangguan terhadap zat-zat adiktif, skizofrenia, gangguan mood, gangguan kepribadian, gangguan kecemasan, gangguan makan, gangguan tidur, gangguan seksual dan masih banyak lagi. Tiap kategori gangguan memiliki jenis-jenis gangguan yang berbeda sehingga tidak mudah dalam menetapkan diagnosis pada seseorang.
Psikolog bahkan tidak semudah itu menyatakan kepada kliennya bahwa ia memiliki gangguan tertentu.~ Syazka Kirani Narindra Share on XKesalahan diagnosis pun tidak sedikit ditemukan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan simptom yang serupa dan simptom yang tampak merupakan simptom penyakit fisik sehingga perlu ditangani oleh pakar medis lainnya dan dapat menyebabkan sasaran penyembuhan yang tidak tepat.
Kesalahan diagnosis juga dapat terjadi dikarenakan adanya kemungkinan bahwa individu tersebut tidak hanya memiliki satu gangguan tapi beberapa gangguan. Komorbid atau dikenal sebagai adanya gangguan lain pada individu merupakan suatu hal yang lazim terjadi. Banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan psikolog untuk menegakkan gangguan pada kliennya.
Label gangguan saat ini sangat mudah dilontarkan oleh khalayak umum terhadap dirinya sendiri. “Aku depresi” atau “Aku memiliki gangguan cemas” dan pernyataan-pernyataan lain yang dilontarkan pada individu terhadap diri sendiri. Pemberian nama pada gangguan atau kebutuhan psikolog untuk menegakkan diagnosis kepada klien sebenarnya bukan untuk mengotak-kotakkan individu atau memberikan label, namun sebenarnya hal ini ditujukan agar psikolog dapat mengetahui gangguan individu tersebut agar psikolog mampu memberikan intervensi terbaik terhadap klien. Label atau diagnosis bukan untuk justifikasi namun untuk memberikan arah, kejelasan terhadap klien dan psikolog mengenai gangguan dan rancangan intervensi.
Dalam menciptakan intervensi, psikolog perlu memahami dengan detail kondisi kliennya. Mulai dari masalah atau gangguan fisik yang dimiliki klien, masalah sosial seperti bekerja atau tidak, dekat dengan keluarga atau tidak dan lain-lainnya. Hal ini sangat menentukan efektifitas intervensi. Bahkan yang perlu ditelaah lebih lanjut adalah apakah klien ini memiliki kemungkinan untuk terus-menerus minum obat atau tidak dikarenakan gangguan psikologis yang dimiliki perlu juga penanganan dari psikiater. Semakin banyak gangguan yang dimiliki individu pun juga akan mempengaruhi bentuk intervensi dan durasi sesi pertemuan klien dengan psikolog.
Lalu bagaimana kita tahu bahwa kita sedang dalam kondisi memiliki gangguan atau tidak? Apakah kita harus terus menerus pergi ke psikolog ketika merasa terdapat hal yang tidak nyaman dalam diri?
Dalam DSM tiap gangguan dikategorikan dalam level ringan, sedang, parah. Untuk mengetahui kadar kategori tersebut, kita perlu memperhatikan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam keseharian seperti: 1) Tidur: apakah durasi tidur berubah? Apakah merasa segar saat bangun tidur? 2) Makan: apakah jumlah makan sehari-hari berubah? Apakah saat ini makan terlalu banyak atau terlalu sedikit? 3) Kebersihan: mandi berapa kali sehari ? 4) Sosial: apakah merasa nyaman saat berinteraksi dengan orang lain?
Empat pertanyaan tersebut penting namun untuk mengetahui tingkat kategorinya adalah sudah berapa lama perubahan tersebut terjadi. Semakin lama berarti tingkat kategorinya meningkat dan biasanya terdapat perubahan yang signifikan dari pola sebelum adanya gangguan.
Mengetahui cara untuk mengecek kesehatan mental pada diri bukan berartimemberi label terhadap diri adalah hal yang mudah. Mengetahui kondisi kesehatan mental kita berarti membuat kita peka terhadap apa yang terjadi pada diri dan memahami seberapa sulit kejadian yang sedang kita alami dan bagaimana kita dapat menghadapinya.
Hargai perjuangan orang yang mau mencari bantuan dan butuh dukungan dari sekitar, apalagi mereka yang mau membagikan kisah dirinya untuk berjuang.~ Syazka Kirani Narindra Share on XKarena sulitnya memberikan diagnosis, mengetahui cara mengecek kesehatan mental diri sendiri memberikan kita kemampuan untuk mengetahui kapan kita memerlukan bantuan. Kita perlu tahu tingkat kategori gangguan dan kira-kira bantuan seperti apa yang kita butuhkan. Apakah bantuan teman sudah cukup atau benar-benar butuh bantuan profesional? Hal ini membuat kita perlahan paham dengan gangguan pada diri. Selain itu, kita juga dapat memahami bahwa terdapat bentuk dukungan lain yang dapat membantu kita.
Perlu dipahami bahwa seseorang yang pergi ke psikolog biasanya tidak semudah itu untuk menyatakan bahwa dirinya pergi ke psikolog, apalagi menyatakan dirinya memiliki gangguan. Individu yang pergi ke psikolog biasanya merasa bahwa dirinya sudah tidak lagi memiliki dukungan yang kuat atau merasa bahwa masalahnya tidak dapat diselesaikan. Banyaknya informasi yang salah mengenai individu yang memiliki gangguan sering membuat orang ragu untuk menceritakan kondisinya karena khawatir dianggap melakukan diagnosa sendiri atau self-diagnosis.
Hargai perjuangan orang yang mau mencari bantuan dan butuh dukungan dari sekitar, apalagi mereka yang mau membagikan kisah dirinya untuk berjuang. Untuk yang sudah mencari pertolongan dan sedang berjuang, terimakasih untuk berani lebih peduli terhadap diri sendiri. Yang sedang mencari tahu mengenai pergolakan diri sendiri, coba tanyakan “Apakah aku memiliki gangguan?” ke profesional atau lihat apakah ada perubahan signifikan yang terjadi dalam dirimu yang perlu penanganan lebih lanjut?
Bacaan lebih lanjut
Referensi First, M. B., France, A., & Pincus, H. A. (2004). DSM-IV-TR guidebook. American Psychiatric Publishing, Inc.. |
Syazka adalah psikolog klinis dewasa lulusan fakultas psikologi UI yang telah membuka praktek di kawasan Jakarta Selatan. Klien-klien yang sering dihadapi seputar permasalahan hubungan, depresi, kecemasan dan permasalahan usia emerging adult yaitu usia 18-29 tahun. Syazka pernah menulis jurnal mengenai kasus kliennya yaitu penggunaan CBT pada individu dengan insomnia https://www.atlantis-press.com/proceedings/iciap-18/125916649. Syazka juga pernah diwawancarai oleh HerWorld Indonesia membahas tentang “Toxic Positivity”. Syazka juga pernah diundang untuk menjadi pembicara seminar di acara Alpas mengenai “Self Harm” dan pembicara di acara Satu Persen mengenai “Toxic People”.
Untuk mengontak atau membuat janji konsultasi dengan Syazka bisa melalui kontak adminnya yaitu di nomor: 085156410912. Jam buka praktek konsultasi yaitu hari kerja: jam 10.00 – 20.00 dan hari libur: 10.00-14.00.
Artikel Terkait
Memerangi Maskulinitas Beracun, Tanggung Jawab Siapa?
Memerangi maskulinitas beracun bukan berarti mengutuk laki-laki atau atribut laki-laki, melainkan untuk memerangi dampak berbahaya dari maskulinitas tradisional, seperti dominasi dan persainganMenjadi Admin Akun Psikologi: Bukan Sekadar Berbagi, Tapi Juga Menerima
Di Catatan Pinggir ini, Ayu Yustitia berkisah tentang pengalamannya menjadi admin media sosial Pijar Psikologi. Ayu tersadar bahwa bahwa banyak orang di luar sana yang merasa tidak diterima oleh lingkungannya. Pengalaman ini mendorong Ayu untuk mendorong kita semua untuk lebih baik kepada diri sendiri dan orang di sekitar kita.Tanya Kenapa
Di usianya yang muda, Putri Hasquita Ardala sudah mengenyam banyak pengalaman tentang pentingnya kesehatan mental. Di Catatan Pinggir ini, Putri mengingatkan kita semua tentang panjangnya jalan menghadapi depresi dan bagaimana kita semua perlu meminta bantuan.