Politik dalam Desain
March 15, 2021Di Balik Kontroversi Pengembangan Wisata Superpremium
March 18, 2021Makna
Nenek moyangku adalah masyarakat tangguh: Kearifan Lokal dalam adaptasi perubahan iklim
oleh Doni Marmer
Disclaimer: Dalam penulisan ini, Doni tidak merepresentasikan kelompok masyarakat adat manapun, dan contoh-contoh dalam studi kasus ini adalah sepenuhnya milik dari kelompok masyarakat adat yang bersangkutan. Masyarakat adat harus diberikan ruang untuk mengklaim pengetahuan yang mereka miliki.
Penulis merancang artikel ini di atas tanah luhur Adat Kulin untuk Kelompok Wurundjeri bagian dari Masyarakat Adat Aborigin (Australia), yang hak kepemilikan adatnya masih belum diberikan oleh penjajah utama. Penulis ingin memberikan penghormatan untuk para leluhur dan keturunannya secara penuh.
Sebagai orang Indonesia yang berasal dari kantong budaya, suku, ras, dan agama yang campur aduk – tidak asing kita mendengar istilah kearifan lokal. Entah saat membicarakan ritual yang sering kita lakukan dalam keseharian, atau saat mendengar hikayat nenek moyang kita yang masih di elu-elukan dalam setiap acara adat. Bentukan dari kearifan lokal bisa bermacam-macam, mulai dari kebiasan yang diajarkan oleh orang tua kita, cara bercocok tanam atau mengolah bahan panganan lokal, hingga penerapan tabu/pamali dan larangan-larangan adat. Banyak yang percaya bahwa kearifan lokal atau pengetahuan lokal memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan lingkungan tempat ilmu itu berasal. Studi tentang kearifan lokal disangkutpautkan dengan bagaimana suatu kelompok menciptakan, mempraktikan, dan mendokumentasikan ilmu yang mereka temukan (atau diadopsi dari kelompok lain) untuk bertahan hidup.
Sayangnya, pengetahuan ekologis yang berbasis kearifan lokal sudah mulai banyak dilupakan dan dianggap hanya sebagai klenik atau aksesoris budaya. Padahal, menurut pakar seperti Kharisma Nugroho, pengetahuan lokal merupakan aset terbesar yang bangsa kita miliki untuk meramu kebijakan yang lebih tepat sasaran. Lalu, masih bisakah kita gunakan pendekatan kearifan lokal untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dari dampak nyata perubahan iklim?
Apa sebetulnya kaitan kearifan lokal dengan isu perubahan iklim?
Masyarakat adat memiliki pengalaman dan pengetahuan historik yang cukup penting tentang lingkungannya yang mereka gunakan untuk mengobservasi dan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Kemampuan adaptif ini terus digunakan dan dikembangkan guna melindungi kelompok masyarakat adat dari bahaya bencana yang terus melanda.
Kearifan lokal sendiri sebenarnya adalah bentukan ilmu yang sudah teruji dari generasi ke generasi dan mengandung hikayat pembelajaran yang serasi dengan alam. Termasuk di dalamnya adalah bagaimana kita dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim. Menurut peneliti dan aktivis kearifan lokal berbasis lingkungan Julia Watson, kita terlalu lama berfokus kepada pencarian solusi yang berpatok pada pengembangan teknologi modern, tapi banyak mengabaikan pembelajaran penting dari kearifan lokal yang masih ada hingga saat ini.
Obsesi kita terhadap ilmu pengetahuan modern (yang banyaknya diimpor dari Barat) juga menghasilkan upaya konservasi pengetahuan serta pembentukan kebijakan yang kurang efisien. Masyarakat lokal, terutama masyarakat adat, sebenarnya memiliki pengetahuan yang cukup mendalam terhadap perubahan iklim, meski agak berbeda dengan ilmu perubahan iklim kontemporer.
Dalam diskursus kearifan lokal, ada empat pilar yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi kita terhadap dampak perubahan iklim:
- Bahan pangan dan struktur alami lokal
Tanaman pangan memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Metode pertanian berlandaskan kearifan lokal sendiri merupakan metode yang dianggap paling mudah dan adaptif terhadap dampak perubahan iklim. Pada masa revolusi hijau yang digagas oleh rezim Soeharto, masyarakat Indonesia diminta untuk mengkonsumsi beras tanpa memikirkan dampak sosio-ekologisnya. Di Indonesia Timur, misalnya, banyak masyarakat bergantung kepada sagu, singkong, atau sorgum sebagai sumber karbohidrat, bukan beras padi. Hal ini dikarenakan fitur lanskap wilayah Timur yang gersang dan tanahnya yang berkarang menjadikan bercocok tanam padi hampir mustahil, sementara tanaman pangan lokal yang disebutkan di atas dapat tumbuh dengan subur.
Selain panganan, arsitektur dan bahan bangunan lokal juga cenderung lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim. Contohnya, kelompok Masyarakat Adat Mamasa di Sulawesi Tengah yang menanam hutan bambu di sekitar area rumah mereka sebagai pelindung terhadap dampak puting beliung, penyedia materi bangunan, serta konstruksi alami untuk melindungi persediaan air tanah mereka. Di samping itu, bangunan seperti rumah panggung yang menggunakan bahan yang ada di sekitar dapat menjadi aset utama untuk meningkatkan ketahanan.
Masyarakat lokal, terutama masyarakat adat, sebenarnya memiliki pengetahuan yang cukup mendalam terhadap perubahan iklim. ~ Doni Marmer Share on X- Observasi lingkungan
Banyak yang lupa bahwa kita diwariskan kemampuan mengamati lingkungan yang kita tinggali secara mendalam. Dalam bercocok tanam misalnya, banyak masyarakat adat yang menerapkan sistem kalender tradisional yang dibuat berdasarkan pengamatan yang mendalam terhadap pola lingkungan hidup. Hal-hal yang diamati untuk pembuatan kalender tradisional ini adalah perilaku alam sebagai penanda pergantian musim tanam. Contohnya, pola migrasi suatu spesies seperti burung atau serangga menandakan kehadiran angin musim tropis (musim penghujan), sementara munculnya atau hilangnya jenis spesies hewan atau tumbuhan tertentu menandakan datangnya musim kemarau.
Banyak jenis kemampuan mengobservasi lingkungan yang dapat dipelajari dari kearifan lokal di Indonesia. Bukan hanya dari masyarakat adat yang tinggal menetap di satu tempat, tetapi juga dari masyarakat adat yang nomaden(hidup berpindah-pindah). Kemampuan ini sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup dan beradaptasi, khususnya saat harus menghadapi ketidakpastian dari dampak perubahan iklim.
- Hukum adat
Kearifan lokal tidak hanya membicarakan tentang interaksi kita dengan alam, tetapi juga tentang pembangunan struktur organisasi masyarakat dan berkehidupan dalam bentuk hukum adat. Gunanya apa? Untuk melindungi lingkungan tempat mereka hidup, aset penting bagi masyarakat adat. Bentuk pelaksanaannya bermacam-macam, salah satu yang mungkin sering ditemui adalah dengan merancang hukum tabu atau sakral terhadap suatu elemen lingkungan (e.g. sumber air, pohon teduh, spesies tertentu). Contohnya, masyarakat Bali memiliki aturan adat untuk tidak mengganggu sumber mata air atau menebang pohon secara sembarangan, di mana pihak yang melanggar hukum ini akan dikenakan sanksi. Ada juga kelompok yang merancang hukum adat yang mengatur bagaimana cara kita berkontribusi kembali kepada alam, seperti kelompok masyarakat di Desa Cibodas, Jawa Barat yang mewajibkan pasangan yang baru menikah untuk menanam lima pohon sebagai penanda hubungan yang berkelanjutan.
- Upacara dan perayaan tradisional
Sebagai orang Indonesia, kita sangat beruntung karena memiliki kebudayaan yang beragam macamnya. Karena pola hidup peradaban kita yang agraris, ada banyak perayaan adat atau upacara adat yang berkaitan dengan musim tanam atau panen. Banyak peneliti sosial dan budaya menemukan bahwa masyarakat adat yang hidup dengan acuan kearifan lokal menjadikan pelaksanaan upacara atau perayaan adat sebagai kesempatan untuk belajar dan berbagi pengetahuan. Kegiatan ini dijadikan sebagai wadah untuk merefleksikan upaya masyarakat selama melewati masa tanam dan berbagi informasi apabila ada perubahan dari musim atau iklim yang berdampak pada hasil panen.
Banyak sekali pengetahuan lokal berbasis lingkungan yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mempermudah penyebaran upaya peningkatan kemampuan adaptasi. ~ Doni Marmer Share on XPatutkah kita mempertahankan kearifan lokal?
Menurut IPBES (The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services), yang merupakan panel multinasional tandingan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) dalam ranah perubahan iklim, kearifan lokal merupakan aset penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi mereka. Penelitian serta pendokumentasian pengetahuan lokal ini sangat penting untuk upaya pelestarian kearifan lokal, terutama yang berkaitan dengan isu penyelamatan keanekaragaman hayati, budaya adat, serta perubahan iklim. Akhir-akhir ini semakin banyak sektor-sektor non-profit melakukan pendekatan campuran dengan mengkombinasikan program yang berasas adaptasi perubahan iklim kontemporer dengan metode dan bahasa lokal. Saat mendiskusikan isu perubahan iklim, tidak selalu kita harus membicarakan hal-hal sains berat yang berbau Barat. Faktanya, banyak sekali pengetahuan lokal berbasis lingkungan yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mempermudah penyebaran upaya peningkatan kemampuan adaptasi.
Tetapi penting dicatat: Kita harus sadar bahwa kearifan lokal atau pengetahuan lokal, apalagi yang dimiliki oleh masyarakat adat, merupakan sebuah properti identitas penting yang dimiliki oleh mereka. Karena itu, kita yang ingin mempelajari, menggunakan, atau bekerja dengan hal ini harus mampu menjamin bahwa ilmu tersebut masih milik mereka seutuhnya dan bisa bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat tersebut.
Bacaan Lebih Lanjut
Bacaan Lanjutan Watson, J. (2019). Lo-Tek: design by radical indigenism. Taschen. Nugroho, K., Carden, F., & Antlov, H. (2018). Local knowledge matters: Policy Press. Berkes, F. (2017). Sacred ecology: Routledge. Armitage, D. (2003). Traditional agroecological knowledge, adaptive management and the socio-politics of conservation in Central Sulawesi, Indonesia. Environmental conservation, 30(1), 79-90. Mistry, J., & Berardi, A. (2016). Bridging indigenous and scientific knowledge. Science, 352(6291), 1274-1275. doi:10.1126/science.aaf1160 |
Doni Marmer baru saja menyelesaikan studi masternya di bidang lingkungan dengan spesialisasi adaptasi perubahan iklim di University of Melbourne di bawah program beasiswa Australia Awards. Melalui karir dan studinya, Doni banyak melakukan pendekatan etnografi dan kualitatif yang partisipatif terkait tentang pendidikan lingkungan berbasis akar rumput, konservasi inklusif, serta pengurangan risiko berbasis masyarakat. Saat ini Doni adalah edukator lingkungan untuk program sekolah yang dilakukan oleh CERES School of Environment and Climate di kota Melbourne, Australia.
Artikel Terkait
Bagaimana konservasi satwa langka sebaiknya dipahami
Konservasi keanekaragaman hayati merupakan bagian penting dalam hidup Sabhrina Gita Aninta, pendiri Tambora Muda Indonesia, jaringan konservasionis muda Indonesia. Di Catatan Pinggir ini, Sabhrina berbagi tentang pentingnya kepedulian dan pemahaman kita tentang konservasi. Yuk, baca!Mengenal Permasalahan Sampah di Indonesia
Pengalaman Joshua Valentino memimpin Rekosistem, sebuah startup yang fokus dalam pengelolaan sampah, layak dipelajari untuk lebih paham tentang solusi yang kita bisa lakukan dan usahakan untuk pengelolaan sampah demi masa depan lingkungan Indonesia yang lebih baik.Ekofeminisme: Perjuangan Perempuan dan Alam Membongkar Narasi Pembangunan
Eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam yang dilakukan oleh perusahaan dan pemerintah telah melahirkan berbagai gejala kemunduran ekologi. Karenanya, perlu dilakukan rekonsiliasi antara manusia dengan alam. Contoh pemahaman alternatif dapat dilihat dari kelekatan perempuan dengan alam yang melandasi perlawanan perempuan lokal terhadap berbagai aktivitas pertambangan di daerahnya. Apa yang membuat perempuan memiliki kelekatan dengan alam?