Trauma Masa Kecil dan Kesehatan Mental Masa Dewasa
March 7, 2020Apa Sebenarnya Gangguan Mental Itu?
March 7, 2020Makna
Menghidupkan Makna Kesehatan Mental
oleh Nago Tejena, M.Psi., Psikolog
Pernahkah kamu berada dalam situasi seperti ini?
Kamu terbangun dengan rasa sesak di dada. Meski terasa belum siap, tuntutan sosial memaksamu bergegas dari tempat tidur. Pergi berangkat meninggalkan rumah, ruang nyamanmu. Tiba di sekolah, kampus, atau kantor, sebuah tempat menjalani rutinitas semu yang dulu kamu dambakan. Hari demi hari berlalu, terasa tidak ada yang baru, selain perasaan asing di dada yang muncul kembali. Perasaan berat yang senantiasa menggumpal di dalam dada, bak tali kusut yang tidak pernah terurai.
Kekusutan yang membuat kamu lupa seperti apa nikmatnya dunia.
Definisi
“Kesehatan mental itu penting”, kamu berpikir saat terjebak di situasi tersebut. Namun apa maksud dari frase ini? Saat ini, istilah ‘kesehatan mental’ kerap kali kita temui di linimasa media sosial kita. Semua orang menyerukannya, namun tidak semua paham maknanya. Hal ini beresiko membuat frase yang (sebenarnya) penting ini menjadi jargon semu belaka, seperti berbagai istilah trendi lainnya. Semua orang membicarakan tentang kesehatan mental, tapi sebenarnya tidak semua orang benar-benar memahami apa sebenarnya kesehatan mental itu. Awal tahun ini merupakan momen yang tepat bagi kita untuk menghidupkan kembali makna di balik istilah kesehatan mental.
Pertama-tama, mari kita membahas mengenai bagian ‘mental’ terlebih dahulu.
Kehidupan mental merupakan tempat di mana kita bermain dengan pikiran kita, berinteraksi dengan perasaan kita, menggali memori kita, serta memperhatikan keseimbangan batin kita. Ketika berbicara mengenai kehidupan mental, kita tidak lagi berbicara mengenai bentuk dan massa layaknya kehidupan fisik. Di sini, kita berbicara mengenai renung dan rasa. Di sinilah tempat di mana kita mengenang masakan Ibu di kampung halaman, tempat di mana kita bergelut dengan pilihan karir yang sulit, tempat di mana kita tenggelam dalam kesendirian.
Selanjutnya, mengenai konsep ‘sehat’.
Karena berbeda dengan kehidupan fisik, tentu konsep ‘sehat’ di kehidupan mental akan berbeda dengan sehat di kehidupan fisik. Kita bisa mengatakan tubuh kita ‘sehat’ apabila tubuh kita terbebas dari virus, bakteri, atau kondisi yang menyebabkan fungsi organ dalam diri kita terhambat. Namun, situasi yang serupa tidak bisa kita terapkan ketika berbicara mengenai kehidupan mental. Memang, dalam kehidupan mental kita mengenal berbagai istilah seperti ‘stres’, ‘depresi’, atau ‘bipolar’. Akan tetapi, sehat secara mental tidak semata-mata terbebas dari kondisi itu.
Seseorang dikatakan sehat secara mental, apabila ia mampu untuk bekerja, bermain, dan mencinta. ~ Nago Tejena Share on XAlan Karbelnig, seorang psikolog dari Amerika Serikat dengan pengalaman menangani klien lebih dari 40 tahun, mengatakan bahwa :“Mental health, is when you are able to work, to play, and to love”. Seseorang dikatakan sehat secara mental, apabila ia mampu untuk bekerja, bermain, dan mencinta. Terkesan sederhana, memang, namun begitulah ilmu psikologi. Selalu bermula dari konsep yang sederhana, namun dibuat rumit oleh manusia.
Pertama, “to work” berarti kemampuan seseorang untuk bekerja. Tidak terbatas bekerja di kantor, namun juga dalam mengenyam pendidikan, membangun bisnis, mengabdi di lingkungan sosial. Intinya adalah segala jenis aktivitas yang membuat kita merasa hidup kita bermakna bagi dunia dan sekitar.
Kedua, “to play” berarti kemampuan seseorang untuk bermain. Entah itu berlibur ke luar negri, mengikuti klub pecinta alam, atau hanya sekedar duduk di halaman sambil membaca novel favorit. Intinya adalah segala jenis aktivitas yang mampu untuk mengisi kembali energi dalam diri anda.
Terakhir, “to love” berarti kemampuan seseorang untuk mencinta. Tidak hanya terbatas di menemukan pasangan hidup, namun menjaga relasi dengan keluarga, berkumpul bersama teman lama. Intinya adalah segala jenis aktivitas yang menjalin hubungan berharga dengan makhluk hidup lainnya.
Ketiga dimensi inilah yang menjaga keseimbangan kesehatan mental kita. Ketiga hal ini sangatlah penting untuk menjalani hidup ideal.Tetapi mengapa kita bisa gagal dalam menjalaninya?
Persoalan
Sama seperti yang saya katakan sebelumnya, manusia selalu menemukan jalan untuk membuat sesuatu menjadi rumit. Tanpa kita sadari, kita mulai menumpuk satu kebutuhan di atas kebutuhan lainnya, membenturkan satu keinginan dengan keinginan lainnya, serta mengorbankan satu kepentingan di atas kepentingan lainnya.
Seperti apa?
***
Kamu sudah selesai mengerjakan bagianmu dalam salah satu proyek akhir mata kuliah di kampus. Kamu tahu memang kamu harus segera menyelesaikannya, karena kamu memiliki janji untuk menemani teman lamamu yang kebetulan datang dari luar kota. Akhir pekan pun kamu habiskan untuk jalan-jalan bersama temanmu, sementara rekan kelompokmu masih sibuk menyelesaikan sisa project tersebut. Namun, mulai muncul beberapa pikiran
“Apa mereka bisa menyelesaikan tugas itu tanpa aku..?”
“Apakah mereka tidak membicarakanku karena seenaknya pergi bermain..?”
“Bagaimana kalau dosenku mengatakan bahwa aku tidak berperan banyak dalam project ini?”
Atau situasi lain:
Setelah lulus, kamu mendapatkan kesempatan untuk bekerja di salah satu perusahaan ternama di ibukota. Tentu, mengambil pekerjaan itu berarti kamu harus merantau meninggalkan Ibumu sendiri di rumah. Meskipun beliau terlihat sangat senang atas pencapaian ini, muncul perasaan bersalah dalam dirimu.
“Apakah Ibu akan kesepian sepeninggalanku nanti?”
“Mungkin Ibu sebenarnya tidak ingin aku pergi..”
“Apakah ini berarti aku adalah anak yang durhaka? Apa kata om dan tanteku nanti?”
***
Akumulasi kerumitan inilah yang secara perlahan, terkumpul, tertumpuk dan terikat, sehingga akhirnya menjadi kekusutan yang tersimpan di dada.
Pertanyaan paling penting ketika hal ini terjadi adalah: Apa yang harus kita lakukan?
Kesimpulan
Langkah pertama yang bisa kamu lakukan adalah mengurai tali yang kusut ini secara perlahan. Sadari kebutuhan mana yang selama ini kamu abaikan. Sadari keinginan mana yang sebenarnya selama ini tidak berasal dari dirimu sendiri. Sadari kepentingan mana yang selama ini kamu korbankan secara tidak adil. Dengan memahami diri secara perlahan, kamu akan mulai melihat bagaimana ikatan-ikatan masalah tertentu bisa terbentuk.
Perjalanan menuju kesehatan mental adalah perjalanan yang panjang. Kamu akan menghabiskan belasan bahkan puluhan tahun untuk membentuk pribadi ini. ~ Nago Tejena Share on XLangkah kedua, munculkan keberanian untuk melepas ikatan ini. Memahami saja tidak cukup. Kamu harus mulai mengarahkan diri ke tempat yang selama ini kamu tidak berani hadapi. Tempat yang tidak memiliki cahaya kejelasan, tempat di mana masalah yang kita abaikan bersarang. Keberanian yang dibentuk dan dipupuk secara perlahan akan membantu kamu menyelesaikan masalah.
Ketiga, tentu jika kamu merasa sudah tidak mampu lagi berjuang sendiri, kamu bisa meminta bantuan profesional. Sepasang mata yang baru dapat membantumu melihat dunia dengan lebih baik. Tenaga kesehatan mental yang baik akan dapat memfasilitasi tanpa mengurangi makna pengembangan diri secara mandiri dalam hidupmu.
Terakhir, perjalanan menuju kesehatan mental adalah perjalanan yang panjang. Kamu akan menghabiskan belasan bahkan puluhan tahun untuk membentuk pribadi ini. Mengembangkan dan menyelesaikan masalah yang berada di dalam diri tidak akan bisa instan.
Justru kamu harus khawatir bila sebuah masalah terselesaikan secara instan. Bisa jadi kamu sebenarnya sedang membuat masalah baru.
Selamat berjuang!
Bacaan lebih lanjut
Referensi The Ethics of Psychoanalysis (Thomas Szasz, Book) Introduction to Psychology (Paul Bloom, Online Lectures) Psychoanalyzing Life with (Alan Kerbelnig, Podcast) |
Nago Tejena merupakan psikolog klinis dewasa lulusan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Bandung. Sebagai seorang psikolog, Nago berfokus mendalami psikologi klinis, pengembangan diri, dan psikologi anomali (penjelasan psikologis atas fenomena supranatural).
Setelah lulus, Nago kembali ke Bali untuk membuka praktek dan menangani klien-kliennya. Klien yang ditemui pun bervariasi, dari yang memiliki masalah kehidupan sehari-hari sampai gangguan psikologis secara klinis seperti depresi, bipolar, dan lainnya.
Di sela-sela aktivitasnya, Nago juga berusaha aktif untuk menulis dan membuat konten edukasi di berbagai media (YouTube, Twitter, Instagram dan Spotify). Di berbagai kesempatan, Nago juga menerima undangan sebagai narasumber di berbagai radio, talkshow, maupun seminar. Jika anda ingin menghubungi Nago, anda bisa mengirim pesan melalui WhatsApp di 085739384959 atau melalui media sosial di @nagotejena (Twitter atau Instagram)
Artikel Terkait
Memerangi Maskulinitas Beracun, Tanggung Jawab Siapa?
Memerangi maskulinitas beracun bukan berarti mengutuk laki-laki atau atribut laki-laki, melainkan untuk memerangi dampak berbahaya dari maskulinitas tradisional, seperti dominasi dan persainganMenjadi Admin Akun Psikologi: Bukan Sekadar Berbagi, Tapi Juga Menerima
Di Catatan Pinggir ini, Ayu Yustitia berkisah tentang pengalamannya menjadi admin media sosial Pijar Psikologi. Ayu tersadar bahwa bahwa banyak orang di luar sana yang merasa tidak diterima oleh lingkungannya. Pengalaman ini mendorong Ayu untuk mendorong kita semua untuk lebih baik kepada diri sendiri dan orang di sekitar kita.Tanya Kenapa
Di usianya yang muda, Putri Hasquita Ardala sudah mengenyam banyak pengalaman tentang pentingnya kesehatan mental. Di Catatan Pinggir ini, Putri mengingatkan kita semua tentang panjangnya jalan menghadapi depresi dan bagaimana kita semua perlu meminta bantuan.