Belajar Berani dari Soelastri
June 1, 2020Perempuan, Shift Kedua, dan Pandemi COVID-19
June 2, 2020Makna
Pedagogi : Praktik = Teori
oleh Agnisa Wisesa
ped·a·go·gy
/ˈpedəˌɡäjē/
/ˈpedəˌɡäjē/ “the method and practice of teaching, especially as an academic subject or theoretical concept.”
Begitu jawaban pertama Google saat kata pedagogy (Bahasa Indonesia: pedagogi) dituliskan dalam kolom pencarian. Definisi secara singkat dari kata yang mungkin hanya sering diperdengarkan (dan digunakan) hanya oleh kalangan yang bergerak di dunia pendidikan saja. Tapi, apa sih sebenarnya pedagogi itu dalam keseharian? Apakah pedagogi hanya eksklusif untuk kalangan pendidikan saja?
H.A.R Tilaar dalam bukunya yang berjudul Pedagogik Teoretis Untuk Indonesia menjelaskan bahwa, istilah pedagogi sendiri sangat berkaitan dengan berbagai macam ilmu lainnya. Sebagai salah satu turunan ilmu filsafat yang mengkhususkan kajiannya ke ranah pendidikan. Tinjauan mengenai pedagogi berdekatan dengan praktik mengenai pendidikan, pembelajaran dan pengajaran.
Sejarahnya, istilah pedagogi berasal dari dua paduan kata bahasa Yunani, yakni paedos (anak-anak) dan ago (memimpin), jika diterjemahkan secara literal maka istilah pedagogi sendiri berarti memimpin anak-anak. Henry Giroux di buku On Critical Pedagogy menjelaskan bahwa, jika dikaji secara definitif, memang terminologi pedagogi bisa terdengar mendikte dan otoriter. Namun, kajian pedagogi yang selalu dikaitkan dengan pendidikan sebenarnya sangat jauh dari praktik indoktrinasi seperti terjemahan literalnya. Justru, idealnya praktik pedagogi membutuhkan kerendahan hati, kesetaraan dan rasa merdeka untuk menghasilkan rasa aman dan nyaman dalam menimba ilmu. Dengan demikian, praktik pedagogi bisa menjadi panggung pengembangan ilmu pengetahuan, dan juga memfasilitasi pola berpikir kritis sebagai dasar kapital manusia dalam bermasyarakat.
Bagaimana Giroux dapat menyimpulkan bahwa praktik pedagogi yang ideal memerlukan sikap emansipatif dan membutuhkan keterbukaan yang tinggi? Pertemuannya dengan Paolo Freire membuka horizonnya mengenai makna dan tujuan diadakannya pendidikan. Freire menuliskan sebuah buku revolusioner mengenai pendidikan yang diterbitkan pada tahun 1966 dengan judul Pedagogy of The Oppressed. Dalam buku ini, Freire menjelaskan penemuannya mengenai pondasi dasar pembelajaran merupakan adanya kesetaraan antara pengajar dan pelajar untuk menghasilkan perkembangan ilmu, bukan hanya transfer ilmu. Mulai dari buku inilah kemudian pedagogi sedikit demi sedikit berkembang dari istilah untuk mendeskripsikan ilmu tentang pengajaran di tingkat anak-anak menjadi sebuah istilah yang lebih umum dan reflektif mengenai pembelajaran.
Idealnya praktik pedagogi membutuhkan kerendahan hati, kesetaraan dan rasa merdeka untuk menghasilkan rasa aman dan nyaman dalam menimba ilmu. ~ Agnisa Wisesa Share on XPedagogi yang kita kenal saat ini berjalan beriringan dengan ilmu pendidikan dan masih banyak digunakan hanya oleh orang yang mengkaji tentang ilmu pendidikan. Namun kalau kita tinjau lagi lebih dalam, sebenarnya konteks praktik pedagogi yang ideal justru seharusnya bisa masuk ke dalam kajian manapun karena intisarinya mengandung konsep pembelajaran dan pengajaran secara umum. Ini berarti pengajar mampu berkedudukan setara dengan pelajar dan pelajar yang mampu mengemansipasi diri agar seimbang dengan pengajarnya.
Maka dari itu, ilmu pedagogi tidak bisa dipisahkan dengan praktik pendidikan, yang kemudian menghasilkan istilah ‘praksis’. Dijelaskan dalam buku Pedagogi Kritis karya H.A.R Tilaar istilah ‘praksis’ secara singkat adalah sebuah praktik pengajaran dan pembelajaran yang melibatkan teori pendidikan dengan semangat dapat terus berubah sesuai dengan kebutuhan zaman.
Praktik pedagogi bisa menjadi panggung pengembangan ilmu pengetahuan, dan juga memfasilitasi pola berpikir kritis sebagai dasar kapital manusia dalam bermasyarakat. ~ Agnisa Wisesa Share on XPendidikan masa kini jelas seharusnya bisa berkembang sesuai dengan konteks masa sekarang. Saling berketerkaitan dengan konteks sosial, politik, etik dan lainnya. Pedagogi sebagai dasar ilmu dari praktisi pendidikan – yang bisa jadi adalah semua orang, selayaknya mampu menjadi pondasi dari solusi berbagai macam masalah dengan berbagai macam pendekatan.
Pedagogi di zaman kontemporer ini melahirkan pembelajaran dengan pendekatan yang terpusat pada pelajar atau learner-centered, sehingga idealnya, jika semua orang kemudian menghayati ilmu pedagogik kritis dengan khidmat, maka permasalahan kompleks pun kemungkinan besar akan lebih mudah untuk diurai. Masing-masing tahu porsi, dan masing-masing mampu menyetarakan posisi satu sama lain, baik pelajar maupun pengajar. Kemudian, merdeka belajar.
Bacaan Lebih Lanjut
Referensi Chapelle, Clive. (2003). “Changing pedagogy: issues for contemporary pedagogy.” OVAL research working paper 03-14. [Sydney]: OVAL Research. Freire, P. (2018). Pedagogy of the oppressed. Bloomsbury publishing USA.Chicago Giroux, H. A. (2020). On Critical Pedagogy. Bloomsbury Publishing. Rancière, J., (2011). The Emancipated Spectator. London: Verso. Tilaar, H. A. R., (2011). Jimmy Ph Paat, and Lody Paat. “Pedagogik Kritis: Perkembangan, Substansi, dan Perkembangannya di Indonesia.” Jakarta: Rineka Cipta. |
Berlatar belakang seni rupa murni, Agnisa Wisesa merasa panggilan jiwanya lebih dominan ke arah pendidikan, khususnya dalam bidang seni. Setelah lulus dari pendidikan S1 Seni Rupa di Institut Teknologi Bandung, bekerja sebagi desainer grafis di salah satu media cetak tidak memuaskan hatinya, namun mempertemukannya dengan sebuah Rumah Belajar dan membangkitkan semangatnya untuk berkontribusi dalam perkembangan pemerataan pendidikan di Indonesia. Setelah memutuskan untuk keluar dari pekerjaan desainnya, Agni, panggilannya, mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studinya di Goldsmiths University of London mengambil program studi MA Arts And Learning. Di sana, tidak hanya terlibat dalam perkuliahan namun juga sempat aktif berpartisipasi dalam proyek seni kolaboratif bersama Beacons College dan Kingsdale Foundation School bernama C1 Project. Sekarang, Agni aktif mengajar di Universitas Negeri Malang, sebagai dosen program Studi Pendidikan Seni Rupa sambil terus melanjutkan praktik seni dan pengajarannya dengan menjadi salah satu penggerak di media seni lokal Malang Art Map
Ikuti Agnisa di: Instagram @thinkaesthetically, Twitter @unreliableaesth, dan website s://wisesagnisa.wixsite.com/onlineportfolio
Artikel Terkait
Kontribusi Film untuk Pendidikan
Untuk meratakan kesempatan pendidikan dan memberikan ruang baru bagi para guru dan siswa, Anggun berinisiatif mendirikan Sinedu.id (Sinema Edukasi).Refleksi Kritis Penerima Beasiswa
Sejak remaja, Raisa ingin sekali tinggal di luar negeri. Ia pun berambisi melanjutkan pendidikan S2 di luar negeri dengan mencari beasiswa. Di Catatan Pinggir ini, Raisa menceritakan pengalaman kuliah di luar negeri yang tidak selalu semanis harapannya.“Kenyamanan” dan Kebebasan dalam Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Orang Asing
Pengalaman mengajar Bahasa Indonesia membuat Amalia Puri Handayani dan Marissa Saraswati memikirkan kembali posisi perempuan dan relasi kuasa antara orang asing dengan orang Indonesia dalam pendidikan. Yuk, simak Catatan Pinggir mereka ini.